Ini adalah cerita kehidupanku, kehidupan yang berawal dari
keindahan menuju kearah kehancuranku.
Tiga tahun lalu, tepat 19 Mei 2010. Nenek tercinta “Satinem”
meninggalkan diriku untuk selamanya. Dimulai pada hari sabtu sebelum ini saya
libur kuliah. Entah mengapa yang ada dalam benaku saat sabtu malam saya serasa
ingin pulang kerumah, dimana saya dibesarkan disitu. Malam itu saya tidak bisa
tidur nyenyak, serasa ingin cepat pulang. “andai waktu itu saya sudah membawa
sepeda motor” saya pasti pulan walau tengah malam. Keesokan harinya, sebelum
pukul 06.00, nekad saya pulang. Dengan keadaan ngantuk dijalan, saya lakuin
itu, entah apa yang melanda pikiran waktu itu.
Sesampai dirumah, saya menyadari bahwa Nenek Tercinta saya
masuk rumah sakit. Nenek terkena infeksi, akibat luka yang ada di kakinya. Yang
saya herankan mengapa orang rumah tidak memberi kabar kepada saya, mungkin
mereka masih tahu bahwa saya sedang ujian akhir semester.karena sabtu itu
adalah hari terakhir ujian. Sesampai dirumah sakit, saya melihat, kondisi Nenek
yang terlihat membaik. Kata dokter Nenek akan dikasih obat untuk penyembuh
Infeksinya, entah apa namanya waktu itu.
Dokter bilang bahwa ada dua dosis untuk obat tersebut, dosis
500 dan 750. Katanya pula lebih manjur yang 750. Tentu saja demi kesehatan
Nenek saya lebih mending membayar dosis 750 dengan harga 1.5 jt. Tapi apa yang
terjadi, dosis tersebut malah tidak ada, yang ada hanya 500. Maka dari itu saya
tidak masalah mengenai harga ataupun dosis yang penting kesembuhannya. Saya tahu
bahwa Infeksi sangat cepat menjalar apalagi jika penangannannya kurang. Dan ternyata
benar, waktu itu .... hemmmm nenek saya sudah mengalami masa kritis. Ketika mengalami
masa ini, si rumah sakit baru memberikan penanganan dan memberikan obat
tersebut.
Saya melihat jelas sampai sekarang masa-masa ini. Sepanjang tidur
masa ini selalu terngiang didalam pikiran. Sepanjang malam selama tiga tahun
ini. Bahkan mungkin selama saya hidup hingga kematian ku menjemput.
Nenek tercinta waktu itu, memanggil ibu ku yang berjanji
akan pulang untuk menjenguknya. Namun apa, ibu ku tak kunjung datang. Dengan alasan
mobil yang dipakai ayah mengalami kerusakan, dan harus diperbaiki dibengkel. Hal
ini lama sekali, berulang-ulang kali saya telpon jawabannya masih dibengkel. Pikiran
ku kacau waktu itu. Melihat nenek yang dalam keadaan kritis dengan permintaan
ingin bertemu dengan ibu. Sudah berlalu sudah semua itu, yang terakhir aku
ingat sampai sekarang, ketika Nenek benar-benar kritis dengan mengambil nafas
yang terengah-engah dan ketika itu pula saya membaca doa keselamatan untunya
berulang-ulang kali. Berapa kali sudah saya tak mengingatnya. Yang ku ingat
hanya masa itu. Hingga terakhir, saya merasakan didalam hati yang paling dalam
ada sesuatu bagaimana saya memancarkan doa yang ku ucap kepada Nenek. Waktu itu
pula ..... Nenek menghembuskan nafanya yang terakhir.
Lemah sudah tubuh ini ketika menyaksikan langsung. Teriakan didalam
hati ini hanya aku yang mampu mendengar dan hanya aku pula yang merasa.
Nafas ku yang dilu begitu berarti untuk aku teruskan yang
menginginkan kehidupanku bahagia ternyata terputus sudah. Motivasi yang dulu aku
miliki begitu tinggi, sekarang tidak ada harganya dimataku, ditanganku untuk
aku gapai. Imajinasi yang selalu berkembang untuk memebahagiakannya patah.
Namun patahnya harapan ini masih ingin ku lanjutkan, melihat
bahwa aku masih memiliki seorang Kakek yang amat kucintai. Dan kemudianpun
patah pula
Ditambah lagi dengan kejadian setahun kemudian pun belum
genap. Kakek yang menjadi motivasi hidup menjemput Nenek. Benar-benar putus
harapan, putus sudah motivasi hidupku. Kejadian ini pada bula April 2011. Kakek "Noto Dimulyo"
Kali ini
saya mendapatkan kabar dari rumah bahwa kakek tercinta masuk rumah sakit. Waktu
itu saya sudah membawa sepeda motor. Tepatnya malam hari sabtu saya dikabari
mengenai hal ini. Dan itupun bukan langsung melalui saya, tetapi memalui teman.
Namanya feri “anak satu kampung”. Kabar ini tengiang ditelinga saya setelah
saya selesai Rapat Bem, waktu itu saya menjadi ketua BEM di salah satu Sekolah
Tinggi Agama Buddha. Rasanya setelah mendengar itu saya ingin pulang. Bener-bener
pengen pulang. Tapi sepeda motor yang saya bawa lagi dipinjam teman “kisruh”. Pagi
itu setelah motor kembali saya langsung pulang, bahkan saya bolos kuliah. Tak pikir
panjang tanpa cek kendaraan, ternyata dijalan motor yang saya kendarai
mengalami kerusakan. Rusak parah “turun mesin” karena kehabisan Oli. Pikiran yang
kacau membuat saya meninggalkan kendaraan di bengkel yang tidak karuan untuk
diperbaiki. Bahkan waktu itu saya tinggalkan saja kendaraan tersebut. Langsung naik
bis menuju Gombong, dimana Kakek dirawat dirumah sakit “PIUS”.
Setelah sampai di Gombong, aku ambil uang 2.5jt, pikiran ini
muncul untuk keperluan Kakek. Setelah ambil duit, saya jalan kaki menuju rumah
sakit, entah mengapa tidak ada dipikiran saya untuk naik becak. Bahkan tidak
ada rasa capek yang mengadang.
Setelah sampai dirumah sakit, seorang perawat berkata.. “cukup
cuci darah saja”. Hal itu membuat saya lumayan tenang. Tapi saya tidak tahu
penyakit apa yang diderita oleh kakek waktu itu. Yang ku pikir “kakek pasti
sehat lagi setelah cuci darah”.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVrLitRN6Wd5H0g8XaIebm7TyObPiCRfRsMVIfrqO-cx_e62D4JJKcsAqB6aY1LA9wOYQYWnEYaVotdY659JG_PrbkXhWDDVNbQqCaXmY_h5CsOtYYqrRT4QuWWJASbit2FQDLMYMfn9Yg/s400/183237_195628910465786_6596033_n.jpg)
Mendengar ucapan suster bahwa seminggu akan pulang, minggu
selanjutnya pun saya pulang. Namun apa yang saya lihat dirumah. Kakek saya juga
mengalami masa kritis. Malam itu, kakek memiliki permintaan bahwa dia ingin
melihat rumah serta keluarga paman Yono yang ada di kalimantan. Ini permintaan
sebelumnya, malam itu saya perlihatkan video yang ada. Semalam suntuk saya
tidak tidur. Saya menjaga kakek yang mengalami masa itu, hingga pagi pukul
09.00 kakek meminta saya untuk baca paritta bersama-sama. Saya lakui itu demi
kakek. Pembacaan paritta hanya sampai
pada akhir Namakhara Patta. Kurasakan waktu itu yang menyentuh telinga ini, ada
hembusan terakhir dari Kakek.
Kali ini benar-benar hancur semau motivasi dan harapan ku. Semuanya
hancur..
Jabatanku sebagai Ketua BEM waktu itu saya tidak pedulikan
lagi...
Kuliahku, saya tak pikirkan lagi...
Bahkan, hidupku berantakan,...
Aku selalu bangun siang..
Sering bolos kuliah...
Makan selalu telat...
Tidur latur malam...
Sampai sampai teman-teman bilang aku anak malas, suka bangun
siang...
Pikirangku adalah masa bodo dengan ucapan mereka, mereka
yang berucap demikian karena belum merasakan seseorang yang dicintai
meninggalkan mereka.
Jika cinta dan sayang dapat diukur dengan presentase. Maka saya
akan berkata “95 dari 100 persen” itu cinta dan sayang ku kepada kakek dan
nenek, “3 dari 100 persen” Cinta dan sayangku kepada ayah dan Ibu. Serta “2
dari 100 perser” cinta ini kepada teman, kuliah dan karirku, hidupku, pacar,
hewan, hobi, dan lain-lainnya. 2% ini adalah hidupku sekarang yang ku jalani.