jejak ajaran Buddha

jejak ajaran Buddha

SPACE IKLAN

SPACE IKLAN

Translate

Jumat, Mei 04, 2012

THE BODHISATVA IDEAL SOME OBSERVATIONS



A.    Latar Belakang
Sarjana-sarjana barat berpandangan bahwa konsep Bodhisatva merupakan konsep dari mahayana sedangkan faktanya sebelum Mahayana berkembang, konsep Bodhisatva sudah ada dalam therava. Karena mahayana berkembang lebih awal di barat jadi mereka menganggap bahwa konsep bohisatva dari mahayana.
B.     Pembahasan
Dalam tradisi Buddhis Theravada, pencapaian ke-Buddhaan kurang diutamakan karena tujuan pencapaianya adalah pencarian ke-Arahatan. Calon Buddha dipercaya akan melakukan adhitana kepada Buddha untuk menjadi Buddha selanjutnya. Contoh beberapa pertapa sumedha sebelum menjadi Buddha Gotama, telah bertekad kepada Buddha Dipankara. Dalam tradisi Buddhis Mahayana mereka secara total membuktikan diri mereka pada pencapaian ke-Buddhaan melalui bodhisatva dengan tujuan menolong semua mahkluk dari penderitaan. Karena menurut mahayana, semua mahkluk memiliki benih ke-Buddhaan (bija-Buddha) dan bodhisatva.
Tiga ciri kualitas dari Bodhisatva di dalam ajaran mahayana, yaitu; cita-citanya yang teguh untuk membebaskan segenap mahkluk, pikirannya yang taktergoyangkan, dan usahanya yang tak mengenal menyerah. Dalam proses (mahayana) akan masuk kedalam proses anupattika-dharma-ksanti (telah memotong segenap kekotoran batin), dan Avaivarta ( takkan kembali lagi, yang tak terkalahkan). Bodhisatva mengembangkan kesadarannya (bodhicitta) dengan anuttara puja yaitu sikap yang disiplin dalam mempraktikan enam paramita (sad-paramita). Bodhisatva mengandung dua aspek, yaitu; sunyata atau prajna dan karuna. Prajna adalah kebijaksanaan dan karuna adalah belas kasih atau kasih yang universal terhadap segenap mahkluk yang menderita, keduanya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kesadaran. Untuk merealisasi cita-cita dapat dilakukan dengan melaksanakan Sad-Paramita. Sad paramita berisi enam perbuatan luhur, yaitu;
1.      Dana Paramita (kerelaan batin)
2.      Sila Paramita ( moralitas)
3.      Ksanti Paramita (kesabaran)
4.      Viriya Paramita (semangat)
5.      Dhaya Paramita (konsentrasi/samadhi)
6.      Prajna Paramita (kebijaksanaan)
C.     Kesimpulan
Seorang Buddha juga pernah menjadi bodhisatva sebelum mencapai ke-Buddhaan, dan setiap manusia mempunyai kesempatan untuk menjadi Bodhisatva dengan mempraktikan sad paramita, karena setiap orang mempunyai bodhicitta.
Referensi
Kalupahana, David J. 1986. Filsafat Buddha (Sejarah Analisis Historis). Jakarta: Erlangga.
Dhammasukha, Jo P. 1994. Pokok-Pokok Dasar mahayana. Jakarta: Yayasan Yasodhara putri.

Rabu, Mei 02, 2012

Perbedaan Teori Charles Robert Darwin dan Agama Buddha



Teori evolusi  yang dikemukakan oleh seorang Zoologi yang bernama Charles Robert Darwin yang dikenal dengan teori evolusi Darwin. Mengemukakan perkembangan manusia ,tumbuhan dan hewan yang dahulunya berasal dari sel tunggal yang ber-evolusi selama berjuta-juta tahun untuk menjadi mahkluk yang multi-sel. “Natural selection acts to preserve and accumulate minor advantageous genetic mutations” (http://www.darwins-theory-of-evolution.com/). Proses evolusi yang terjadi melalui seleksi alam selama berjuta-juta tahun lama. Tetapi, pandangan Evolusi Darwin mengenai kemunculan manusia menjadi hal yang terkenal, karena manusia berasal dari kera. Penggambaran evolusi dari kera kemanusia berjalan membungkuk, hingga berjalan tegak.
Teori Evolusi milik Darwin banyak kontroversi dari berbagai agama, salah satunya agama Islam yang tidak setuju dengan Teori Darwin. Bahwa manusia awal mulanya berasal dari Adam dan Hawa. Teori Darwin juga berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Sang Buddha, terdapat dalam Aganna Sutta yang mengungkap kejadian alam semesta dan juga kemunculan suatu keshidupan di alam semesta. Agama Buddha menjelaskan manusia awal mulanya berasal dari mahkluk yang bercahaya (mahkluk dari alam Abhasara) dan jumlahnya tidak hanya satu saja, melainkan dalam jumlah yang banyak. Ketika Bumi terbentuk, Bumi terdiri dari gelembung-gelembung dan rasanya seperti dadih susu dan madu tawon. Para mahkluk Abhasara turun ke Bumi untuk mencicipi rasa gelembung tersebut. Hingga akhirnya dalam tempo waktu yang lama keadaan Bumi mulai memadat, begitu juga denga mahkluk Abhasara ikut memadat. Munculah suatu mahkluk yang jelek dan dan bagus, muncul alat kelamin, dan muncul berbagai perbedaan-perbedaan diantara mereka. Dari situlah manusia muncul di Bumi dengan berbagai bentuk.
Referensi;

AGAMA BUDDHA DAN POLITIK




A.      Pendahuluan
Setiap negara memiliki kemampuan yang berbeda dalam berpolitik untuk mengatur negara. Politik apapun dalam negara tentu saja digunakan untuk kepentingan masyarakat. Dari berbagai politik kenegaraan tidak lepas dari suatu konsep agama. Agama yang menjadi mayoritas menjadi momok politik kenegaraan. Negara Indonesia, agama Islam memiliki pengaruh paling bersar. Negara Thailand, para bhikkhu dijadikan sebagai penasihat negara. Di Vatikan, pastur dijadikan pemimpin negara. Tibet, seorang lama dijadikan pemimpin negara sebelum Tibet dikuasai oleh Tiongkok. maka dari itu, penulis akan membahas mengenai Agama Buddha dan politik. Dimana agama mayoritas menjadi momok untuk setiap negara.
B.       Pembahasan
Politik terdiri dari berbagai macam yang digunakan dalam kenegaraan. Politik menurut Carter dan Henz ada dua macam, yaitu aristokrasi (oligarki, otoriter) dan demokrasi. “Politik adalah kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya” (http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/1935230-pengertian-politik/). Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan terhadap Tuhan, atau juga disebut dengan nama dewa atau nama lainya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut (http://dc169.4shared.com/doc/KW-NOjgy/preview.html). Politik berhubungan dengan negara dan agama berhubungan dengan kepercayaan kepada Tuhan ataupun dewa.
Hubungan agama dengan negara dalam buku Krisnananda Wijaya-Mukti dibagi menjadi lima pola, antara lain; teokrasi, negara dalam agama, agama dalam agama, sekuler, sekuler dan asketis (Krisnananda, 2003: 487-488). Di Negara Indonesia, agama tertulis dalam UUD 1945 Pasal 29 menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (ayat 1). Negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya dan kepercayaannya itu (ayat 2).
Menurut  C. Wright Mill semua politik pada hakikatnya adalah pertarungan kekuasaan, dan hal yang paling pokok dari kekuasaan adalah kekerasan (Danu S, 1999: ___). Lain dengan agama, yang paling pokok adalah moralitas, kesucian, dan keyakinan. karena itu agama Buddha menjaga jarak terhadap politik. Usaha untuk mencampuradukkan agama dengan politik pun sering terjadi. Padahal, kalau dilihat agama berdasarkan pada moralitas, kemurnian, dan keyakinan, sedangkan dasar politik adalah kekuatan. Dilihat dari sejarah masa lalu, agama telah sering digunakan untuk memberi hak bagi orang-orang yang berkuasa. Agama digunakan untuk membenarkan perang dan penaklukan, penganiayaan, kekejaman, pemberontakan, penghancuran karya~karya seni dan kebudayaan. Ketika agama digunakan sebagai perantara tindakan-tindakan politik, agama tidak lagi dapat memberikan keteladanan moral yang tinggi dan derajatnya direndahkan oleh kebutuhan-kebutuhan politik duniawi.
Pendekatan agama Buddha terhadap politik adalah moralisasi dan tanggung jawab penggunaan kekuatan masyarakat. Sang Buddha mengkotbahkan Tanpa Kekerasan dan Kedamaian sebagai pesan universal. Beliau tidak menyetujui kekerasan atau penghancuran kehidupan dan mengumumkan bahwa tidak ada satu hal yang dapat disebut sebagai suatu perang 'adil'. Beliau mengajarkan, "Yang menang melahirkan kebencian, yang kalah hidup dalam kesedihan. Barang siapa yang melepaskan keduanya baik kemenangan dan kekalahan akan berbahagia dan damai". Sang Buddha mendiskusikan penting dan perlunya suatu pemerintahan yang baik. Beliau memperlihatkan bagaimana suatu negara dapat menjadi korup, merosot nilainya dan tidak bahagia ketika kepala pemerintahan menjadi korup dan tidak adil. Beliau berbicara menentang korupsi dan bagaimana suatu pemerintahan harus bertindak berdasarkan pada prinsip-prinsip kemanusiaan. Di dalam Cakkavatti Sihananda Sutta, Sang Buddha berkata bahwa kemerosotan moral dan kejahatan seperti pencurian, pemalsuan, kekerasan, kebencian, kekejaman, dapat timbul dari kemiskinan. Para raja dan aparat pemerintah mungkin menekan kejahatan melalui hukuman, tetapi menghapus kejahatan malalui kekuatan, tidak akan berhasil. Dalam Jataka, Sang Buddha telah memberikan10 aturan untuk pemerintahan yang baik, yang dikenal sebagai "Dasa Raja Dhamma". Kesepuiuh aturan ini dapat diterapkan bahkan pada masa kini oleh pemerintahan manapun yang berharap dapat mengatur negaranya. Peraturan-peraturan tersebut sebagai berikut :
  1. Bersikap bebas/tidak picik dan menghindari sikap mementingkan diri sendiri.
  2. Memelihara suatu sifat moral tinggi.
  3. Siap mengorbankan kesenangan sendiri bagi kesejahteraan rakyat.
  4. Bersikap jujur dan menjaga ketulusan hati.
  5. Bersikap baik hati dan lembut.
  6. Hidup sederhana sebagai teladan rakyat.
  7. Bebas dari segala bentuk kebencian.
  8. Melatih tanpa kekerasan.
  9. Mempraktekkan kesabaran, dan
  10. Menghargai pendapat masyarakat untuk meningkatkan kedamaian dan harmoni.
Mengenai perilaku para penguasa, Beliau lebih lanjut menasehatkan:
  • Seorang penguasa yang baik harus bersikap tidak memihak dan tidak berat sebelah terhadap rakyatnya.
  • Seorang penguasa yang baik harus bebas.dari segala bentuk kebencian terhadap rakyatnya.
  • Seorang penguasa yang baik harus tidak memperlihatkan ketakutan apa pin dalam penyelenggaraan hukum jika itu dapat dibenarkan.
  • Seorang penguasa yang baik harus memiliki pengertian yang jernih akan hukum yang diselenggarakan. Hukum harus diselenggarakan tidak hanya karena penguasa mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan hukum. Dan.dikerjakan dalam suatu sikap yang masuk akal dan dengan pikiran sehat.
C.       Penutup
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa politik dalam Buddhisme adalah moralisasi dan tanggung jawab penggunaan kekuatan masyarakat. Sang Buddha mengkotbahkan Tanpa Kekerasan dan Kedamaian sebagai pesan universal. Bagaimanapun kehidupan anggota masyarakat dibentuk oleh hukum-hukum dan peraturan-peraturan, aturan-aturan ekonomi, lembaga-lembaga, yang dipengaruhi oleh penataan politik dari masyarakat tersebut. Namun, jika seorang umat Buddha berharap untuk terlibat dalam politik, dia harus tidak menyalahgunakan agama untuk memperoleh kekuatan politik. Juga tidak dianjurkan bagi mereka yang telah melepaskan kehidupan duniawi untuk menjalani suatu kehidupan agama yang murni untuk secara aktif terlibat dalam politik.

Referensi:
Mukti, Krishnanda Wijaya. 2003. Wacana Buddha-Dhamma. Yayasan Dharma Pembangunan: Jakarta.      

KEAUTENTIKAN AGANNA SUTTA



            Agama Buddha dan juga Ilmu Pengetahuan banyak memiliki kesamaan. Berkaitan dengan Aganna Sutta jika dibahas mengenai keautentikannya, bukan karena penulis Buddhisme, sehingga mengesahkan Aganna Sutta sebagai hal yang benar. Aganna sutta sebenarnya membahas mengenai kasta, tetapi sang Buddha menjelaskan juga mengapa muncul sistem kasta. Sang Buddha memulai dari pembentukan awal Bumi dan kehidupan di Bumi. Bumi yang semula-mula berisi dengan zat cair bercampur dengan lumpur yang mendidih dan gelap gulita. Hingga lama-kelamaan tanaman tumbuh dari air yang terbentuk dari sari tanah. Mahkluk kehidupan awal berasal dari air dan sel satu (menurut Ilmu Pengetahuan). Salah satu keautentikan dari Aganna Sutta yang memiliki persamaan dan masih banyak lagi.
            Secara Ilmu pengetahuan tidak dikenal namanya mahkluk Dewa, inilah yang membedakan awal mula manusia itu ada. Buddha menjelaskan pembentukan manusia berasal dari Alam Abhasara. Sedangkan Ilmu Pengetahuan menjelaskan pembentukan manusia dan hewan berasal dari sel satu (plankton, amoba, dll). Sang Buddha yang telah mencapai penerangan sempurna, sempurna bukan karena mendapatkan wahyu dari “TUHAN”. Tetapi, berdasarkan pengetahuannya sendiri yang didapat dari meditasi. “Tahun 1972, Sarfonov mempublikasikan teorinya tentang pembentukan planet dan materi-materi hamburan... Mengindikasikan jangka waktu yang sangat panjang dalam pembentukan planet-planet” (http://simplyvie.com/2007/12/03/teori-nebula-matahari/). Sama halnya dengan kotbah Sang Buddha, yang menjelaskan terbentuknya tata surya dan alam semesta terjadi selama berkalpa-kalpa lamanya untuk membentuk sebuah galaksi, dan terdapat 100.000 galaksi dialam semesta. Bahkan, Ilmu Pengetahuan Belum menemukan berapa jumlah dari galaksi di alam semesta.


TRADISI SADRANAN (NYADRAN) MENURUT AGAMA BUDDHA



Tradisi Sadranan (Nyadran) untuk sekarang ini dipengaruhi kuat oleh agama Islam. Sebenarnya kata Sadranan berasal dari bahasa sansekerta, Sraddha yang berarti keyakinan. Akan tetapi, tradisi Sadranan dikemas ulang oleh Sunan Kalijaga dalam nuansa Islamik dan silahturahmi. Tradisi Nyadran tidak terlalu mempengaruhi agama Buddha, tetapi terdapat pemahaman yang tidak sesuai dengan paham Buddhisme. Pembunuhan binatang, seperti; ayam, kambing, dan sapi yang digunakan sebagai sarana tradisi. Selain itu, juga terdapat konsep yang berada diluar jalan tengah, yaitu pemuasan nafsu. Ketika Tradisi Sadranan dimulai, orang-orang diharapkan untuk makan di setiap rumah yang disinggahi. Meskipun kantong perut sudah tidak muat dengan makanan lagi, tetap saja diharuskan untuk makan. Bukankah hal tersebut sama saja dengan pemuasan nafsu.
Konsep Buddhisme mengenai Tradisi Sadranan tidak masalah jika digunakan untuk menambah keyakinan. Tetapi tidak dengan melakukan pembunuhan dan pemuasan nafsu. Pembunuhan selayaknya dikurangi karena manyakiti mahkluk lain. Saran menghindari pembunuhan hanya dengan membeli daging. Bahkan mengganti daging dengan bahan pengganti daging yang sudah banyak tersedia di pasar. Pemuasan nafsu memang sangat sulit karena setiap mengunjungi rumah diharuskan untuk makan. Tentu tidak merasa enak hati ketika menolak tawaran penghuni rumah yang memaksa untuk makan. Penghuni rumah selayaknya tidak memaksa tamu untuk tetap makan, sebab kekenyangan bukan hal yang membahagiakan. Pengunjung tidak terlalu rakus ketika berkunjung, makan sedikit saja setiap rumah.
Referensi
Tradisi Nyadran dan Aplikasinya dalam Masyarakat Jawa. http://id.shvoong.com. Akses tanggal 24 April 2012.