Tradisi Sadranan (Nyadran) untuk sekarang ini dipengaruhi kuat oleh agama
Islam. Sebenarnya kata Sadranan berasal dari bahasa sansekerta, Sraddha yang
berarti keyakinan. Akan tetapi, tradisi Sadranan dikemas ulang oleh Sunan
Kalijaga dalam nuansa Islamik dan silahturahmi. Tradisi Nyadran tidak terlalu mempengaruhi
agama Buddha, tetapi terdapat pemahaman yang tidak sesuai dengan paham
Buddhisme. Pembunuhan binatang, seperti; ayam, kambing, dan sapi yang digunakan
sebagai sarana tradisi. Selain itu, juga terdapat konsep yang berada diluar
jalan tengah, yaitu pemuasan nafsu. Ketika Tradisi Sadranan dimulai,
orang-orang diharapkan untuk makan di setiap rumah yang disinggahi. Meskipun
kantong perut sudah tidak muat dengan makanan lagi, tetap saja diharuskan untuk
makan. Bukankah hal tersebut sama saja dengan pemuasan nafsu.
Konsep Buddhisme mengenai Tradisi Sadranan tidak masalah jika digunakan
untuk menambah keyakinan. Tetapi tidak dengan melakukan pembunuhan dan pemuasan
nafsu. Pembunuhan selayaknya dikurangi karena manyakiti mahkluk lain. Saran
menghindari pembunuhan hanya dengan membeli daging. Bahkan mengganti daging
dengan bahan pengganti daging yang sudah banyak tersedia di pasar. Pemuasan
nafsu memang sangat sulit karena setiap mengunjungi rumah diharuskan untuk
makan. Tentu tidak merasa enak hati ketika menolak tawaran penghuni rumah yang
memaksa untuk makan. Penghuni rumah selayaknya tidak memaksa tamu untuk tetap
makan, sebab kekenyangan bukan hal yang membahagiakan. Pengunjung tidak terlalu
rakus ketika berkunjung, makan sedikit saja setiap rumah.
Referensi
Tradisi Nyadran dan Aplikasinya dalam Masyarakat Jawa.
http://id.shvoong.com.
Akses tanggal 24 April 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar