Sifat dari puncak kebijaksanaan manusia, pelajaran Sang Buddha tidak membicarakan sesuatu hal yang asing, yang jauh, yang bertentangan, akan tetapi membicarakan yang dianggap biasa, lumrah oleh semua umat manusia dan selalu mudah, semua dengan kenyataannya dan terdekat kepada kita, lebih dekat daripada tangan dan kaki kita, yaitu pikiran manusia.
Didalam ajaran Buddhis, pikiran itu menjadi pokok permulaan dan pusat perhatian; begitu adanya pikiran seorang sutji, yang telah bebas dan bersih, merupakan puncak perkembangannya.
Adalah suatu kenyataan yang penting dan perlu untuk dipikirkan bahwa kitab lain mulai dengan perkataan-perkataan. Pada permulaan Tuhan menciptakan langit dan bumi....., sedangkan Dhamma pada salah satu buku kitab suci Agama Buddha yang terindah dan tersohor, mulai dengan kata-kata: pikiran mendahului benda-benda, menguasai mereka itu, menciptakan mereka itu (Terjemahan Bhikkhu Kassapa). Kata-kata yang penting ini adalah jawaban Sang Buddha yang suci dan tak dapat diubah terhadap kepercayaan lain. Disini jalannya ke agama itu berpisah yang satu membawa orang ke dalam tempat yang jauh sekali dan yang lain menuju kerumah, yaitu hati manusia sendiri. Pikiran adalah sangat dekat pada kita, sebab dengan pikiran saja, kita sadar akan apa yang kita sebut dunia luar, termasuk juga badan kita. kalau pikiran dapat dipahamkan, semua bena dapat dimengerti, demikian kata pelajaran Buddhis (Ratnamegha Sutra).
Pikiran adalah kekuatan dari segala kebaikan dan kejahatan yang timbul di dalamnya pun menimpa diri kita dari luar. Hal ini diterangkan dengan tempat di dalam dua syair yang pertama dalam kitab Dhammapada, dan diantara contoh-contoh terdapat perkataan Sang Buddha sebagai berikut;
"Adapun yang jahat, yang berhubungan dengan kejahatan, tergolong kejahatan semua keluar dari pikiran".
"Apa saja yang baik, yang berhubungan dengan kebaikan, tergolong kebaikan semua timbul dari pikiran"
(Anguttara Nikaya I).
Karena itu jika dengan teguh kita meninggalkan jalan yang membahayakan itu, dunia akan tergolong dari krisisnya yang sekarang ini. Dan seharusnya perlu orang menengok kedalam batinnya, yaitu di dalam pikiran, maka suatu kekacauan di tapal batas itu sekonyong-konyong akan mengatur diri sendiri disekitar sumber tersebut dan mendapatkan kekuatan serta kejernihan kembali.
Kekacauan atau tata tertib di dalam masyarakat sesuai dan mengikuti tata tertib serta kekacauan di dalam pikiran. Ini bukan berarti, bahwa manusia yang menderita harus menanti timbulnya abad kecemasan, dimana semua orang akan menjadi baik.
Pengalaman dan sejarah menunjukan kepada kita bahwa suatu jumlah kecil manusia yang benar-benar baik, yang mempunyai ketegasan dan pikiran yang jernih dibutuhkan untuk membentuk pusat kebaikan dimana sekitarnya akan terkumpul mereka yang tidak mempunyai keberanian untuk memberi pimpinan. Akan tetapi, bersedia untuk mengikutinya. Sejarah baru-baru ini membuktikan adanya hal-hal yang sama, bahkan yang lebih besar daya penariknya yang dapat dikerjakan oleh kekuatan kejahatan. Akan tetapi ada salah satu hiburan di dalam dunia ini, yang tidak menggembirakan, yaitu bahwa bukan saja kejahatan, akan tetapi juga kebaikan dapat berkembang menunjukkan kesuburannya. Kalau kita mempunyai keberanian untuk mencoba.
"Dengan demikian maka pikiran kita harus diterapkan sebagai sumber atau akar dari kebaikan. Pikiran kitalah yang harus digenangi dengan hujan kenyataan. Pikiran kitalah yang harus disucikan dari segala sifat-sifat yang merintangi. Pikiran kitalah yang harus diperteguh oleh kekuatan". (Gandaviyuha Sutra).
Demikianlah pesan Sang Buddha ini justru berisi pertolongan yang dapat diberikan pada pikiran. Tidak seorangpun selain beliau, yang telah memberikan pertolongan yang sempurna, mendalam dan baik sekali. Hal itu disini dipertahankan dengan segala kehormatan, karena sifat pelajaran beliau menyembuhkan dan karena buah-buah pikiran yang telah didapatkan oleh ilmu jiwa modern bersifat analisis di dalam segala bentuknya, terutama sekali yang diuraikan oleh sarjana C. G. Yung yang tersohor; pelajaran ini telah memberi dorongan baru yang tertentu untuk mengakui kepentingan unsur-unsur dalam agama dan untuk menghargai kebijaksanaan timur. Pengetahuan ilmiah tentang pikiran dapat dianggap sebagai tambahan yang baik di dalam soal-soal yang praktis dan bersifat teoritis bagi pelajaran Sang Buddha. Ilmu jiwa dapat menjalin pelajaran yang terakhir di dalam bahasa modern. Ilmu dapat memudahkan pemakaiannya untuk menyembuhkan sesuatu pribadi dan menyelesaikan persoalan-persoalan kemasyarakatan dalam jaman kita ini. akan tetapi dasar-dasar pokok dari dasar pelajaran Buddhis tetap berlaku dan tetap berkuasa. Mereka tidak berkurang karena waktu dan karena paham-paham ilmiah. Ini disebabkan oleh karena keadaan yang pokok, bahwasanya manusia selalu berulang (yaitu; tumimbal lahir, sakit, umur tua, mati, kelamin, dan kehidupan berumah tangga, mencari makanan, kecintaan dan kekuasaan) tak ada berhentinya, kenyataan-kenyataan dasar tentang badan dan pikiran manusia pada pokoknya akan tetap tidak berubah untuk jaman yang akan datang. Faktor-faktor tetap ini, kejadian-kejadian istimewa di dalam hidup manusia harus selalu merupakan titik permulaan dari tiap-tiap ilmu tentang pikiran manusia, untuk permulaan dan usaha untuk membimbingnya.
Pelajaran Buddhis didasarkan atas pengertian yang kurang terhadap kedua faktor itu dan hal inilah yang memberikan sifat kekekalannya yang selalu bersifat modern, yang tidak berkurang dan selalu berguna. Sang Buddha dalam pelajaran tentang pikiran mengajarkan 3 hal, yaitu;
Didalam ajaran Buddhis, pikiran itu menjadi pokok permulaan dan pusat perhatian; begitu adanya pikiran seorang sutji, yang telah bebas dan bersih, merupakan puncak perkembangannya.
Adalah suatu kenyataan yang penting dan perlu untuk dipikirkan bahwa kitab lain mulai dengan perkataan-perkataan. Pada permulaan Tuhan menciptakan langit dan bumi....., sedangkan Dhamma pada salah satu buku kitab suci Agama Buddha yang terindah dan tersohor, mulai dengan kata-kata: pikiran mendahului benda-benda, menguasai mereka itu, menciptakan mereka itu (Terjemahan Bhikkhu Kassapa). Kata-kata yang penting ini adalah jawaban Sang Buddha yang suci dan tak dapat diubah terhadap kepercayaan lain. Disini jalannya ke agama itu berpisah yang satu membawa orang ke dalam tempat yang jauh sekali dan yang lain menuju kerumah, yaitu hati manusia sendiri. Pikiran adalah sangat dekat pada kita, sebab dengan pikiran saja, kita sadar akan apa yang kita sebut dunia luar, termasuk juga badan kita. kalau pikiran dapat dipahamkan, semua bena dapat dimengerti, demikian kata pelajaran Buddhis (Ratnamegha Sutra).
Pikiran adalah kekuatan dari segala kebaikan dan kejahatan yang timbul di dalamnya pun menimpa diri kita dari luar. Hal ini diterangkan dengan tempat di dalam dua syair yang pertama dalam kitab Dhammapada, dan diantara contoh-contoh terdapat perkataan Sang Buddha sebagai berikut;
"Adapun yang jahat, yang berhubungan dengan kejahatan, tergolong kejahatan semua keluar dari pikiran".
"Apa saja yang baik, yang berhubungan dengan kebaikan, tergolong kebaikan semua timbul dari pikiran"
(Anguttara Nikaya I).
Karena itu jika dengan teguh kita meninggalkan jalan yang membahayakan itu, dunia akan tergolong dari krisisnya yang sekarang ini. Dan seharusnya perlu orang menengok kedalam batinnya, yaitu di dalam pikiran, maka suatu kekacauan di tapal batas itu sekonyong-konyong akan mengatur diri sendiri disekitar sumber tersebut dan mendapatkan kekuatan serta kejernihan kembali.
Kekacauan atau tata tertib di dalam masyarakat sesuai dan mengikuti tata tertib serta kekacauan di dalam pikiran. Ini bukan berarti, bahwa manusia yang menderita harus menanti timbulnya abad kecemasan, dimana semua orang akan menjadi baik.
Pengalaman dan sejarah menunjukan kepada kita bahwa suatu jumlah kecil manusia yang benar-benar baik, yang mempunyai ketegasan dan pikiran yang jernih dibutuhkan untuk membentuk pusat kebaikan dimana sekitarnya akan terkumpul mereka yang tidak mempunyai keberanian untuk memberi pimpinan. Akan tetapi, bersedia untuk mengikutinya. Sejarah baru-baru ini membuktikan adanya hal-hal yang sama, bahkan yang lebih besar daya penariknya yang dapat dikerjakan oleh kekuatan kejahatan. Akan tetapi ada salah satu hiburan di dalam dunia ini, yang tidak menggembirakan, yaitu bahwa bukan saja kejahatan, akan tetapi juga kebaikan dapat berkembang menunjukkan kesuburannya. Kalau kita mempunyai keberanian untuk mencoba.
"Dengan demikian maka pikiran kita harus diterapkan sebagai sumber atau akar dari kebaikan. Pikiran kitalah yang harus digenangi dengan hujan kenyataan. Pikiran kitalah yang harus disucikan dari segala sifat-sifat yang merintangi. Pikiran kitalah yang harus diperteguh oleh kekuatan". (Gandaviyuha Sutra).
Demikianlah pesan Sang Buddha ini justru berisi pertolongan yang dapat diberikan pada pikiran. Tidak seorangpun selain beliau, yang telah memberikan pertolongan yang sempurna, mendalam dan baik sekali. Hal itu disini dipertahankan dengan segala kehormatan, karena sifat pelajaran beliau menyembuhkan dan karena buah-buah pikiran yang telah didapatkan oleh ilmu jiwa modern bersifat analisis di dalam segala bentuknya, terutama sekali yang diuraikan oleh sarjana C. G. Yung yang tersohor; pelajaran ini telah memberi dorongan baru yang tertentu untuk mengakui kepentingan unsur-unsur dalam agama dan untuk menghargai kebijaksanaan timur. Pengetahuan ilmiah tentang pikiran dapat dianggap sebagai tambahan yang baik di dalam soal-soal yang praktis dan bersifat teoritis bagi pelajaran Sang Buddha. Ilmu jiwa dapat menjalin pelajaran yang terakhir di dalam bahasa modern. Ilmu dapat memudahkan pemakaiannya untuk menyembuhkan sesuatu pribadi dan menyelesaikan persoalan-persoalan kemasyarakatan dalam jaman kita ini. akan tetapi dasar-dasar pokok dari dasar pelajaran Buddhis tetap berlaku dan tetap berkuasa. Mereka tidak berkurang karena waktu dan karena paham-paham ilmiah. Ini disebabkan oleh karena keadaan yang pokok, bahwasanya manusia selalu berulang (yaitu; tumimbal lahir, sakit, umur tua, mati, kelamin, dan kehidupan berumah tangga, mencari makanan, kecintaan dan kekuasaan) tak ada berhentinya, kenyataan-kenyataan dasar tentang badan dan pikiran manusia pada pokoknya akan tetap tidak berubah untuk jaman yang akan datang. Faktor-faktor tetap ini, kejadian-kejadian istimewa di dalam hidup manusia harus selalu merupakan titik permulaan dari tiap-tiap ilmu tentang pikiran manusia, untuk permulaan dan usaha untuk membimbingnya.
Pelajaran Buddhis didasarkan atas pengertian yang kurang terhadap kedua faktor itu dan hal inilah yang memberikan sifat kekekalannya yang selalu bersifat modern, yang tidak berkurang dan selalu berguna. Sang Buddha dalam pelajaran tentang pikiran mengajarkan 3 hal, yaitu;
- Tentang mengenai pikiran yang sangan dekat pada kita.
- Tentang membentuk pikiran yang sukar diatur dan tidak mudah tunduk, akan tetapi dapat dibuat sangat taat.
- Tentang membebaskan pikiran yang mengikar segala-galanya, akan tetapo dapat dimerdekakan kembali, disini, dan sekarang.
Apa yang dapat di katakan segi teori dari pelajaran Buddha ini dapat digolongkan menjadi bagian pertama dari tiga hal tersebut. Hanya yang diperlukan untuk tujuan yang praktis dan penting akan dibicarakan.
Note: Meditasi I, Vajra Dharma Nusantara, Hal 13.
Note: Meditasi I, Vajra Dharma Nusantara, Hal 13.
mantap penceraanya ...ok trym
BalasHapus