Introduction
Jepang merupakan negara yang kaya akan berbagai macam kebudayaan. Banyak
ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jepang yang berhubungan dengan
keadaan masyarakat dan lingkungannya. Budaya minum teh, budaya merangkai bunga,
dan sebagainya adalah beberapa contoh yang menandakan begitu kaya negara
tersebut akan budaya. Selain budaya, negara tersebut juga terkenal dengan
sistim keagamaannya. Salah satu agama yang berkembang di Jepang adalah agama
Buddha. Dilatarbelakangi oleh kepercayaan masyarakat Jepang yang sangat
menjunjung tinggi tradisi-tradisi dan upacara-upacara, maka agama buddha yang
notabenya tidak melarang tradisi dan upacara-upacara dapat dengan cepat
berkembang di negara tersebut. Akan tetapi dengan semakin maju dan
berkembangnya kondisi masyarakat di Jepang, agama Buddha juga mengalami
perubahan-perubahan yang cukup signifikan. Munculnya sekte-sekte,
aliran-aliran, dan agama baru merupakan sebab dari semakin berkembangnya pola
pikir masyarakat Jepang waktu itu. Selain itu, banyak pula perubahan-perubahan
lain yang terjadi di tubuh agama Buddha sendiri. Akan tetapi, mengapa agama
Buddha di Jepang dapat mengalami perubahan tersebut? Apakah yang menjadi faktor
terjadinya perubahana tersebut? Dari pernyataan itulah dalam makalah ini
penulis akan membahas mengenai agama Buddha di Jepang, bagaimana sejarahnya,
bagaimana kondisi agamanya, dan apa saja sekte-sekte agama Buddha yang ada di
Jepang.
Historical Buddhism in
Japan
Agama
Buddha, dalam bahasa Jepang (aksara kanji) berasal dari kata, bukkyō (仏教) yaitu butsu, Buddha (仏) dan kyō yaitu keyakinan,
kepercayaan (教). Agama Buddha diperkenalkan di Jepang pada abad ke-6 M, ketika
para bhiksu Cina melakukan perjalanan ke Jepang dengan membawa banyak kitab-kitab
suci dan karya seni. Agama Buddha
diyakini mulai masuk ke Jepang lewat kerajaan Baekje di Korea sekitar tahun 538 M.
Beberapa tahun kemudian berbagai buku dan literatur tentang Buddhism juga mulai
masuk lewat negara China pada masa dinasti Sui. Empat puluh tahun
kemudian kaisar Jepang saat itu yaitu Pangeran Shotoku (574-621 M)
meresmikan Buddha sebagai agama resmi negara.
Sebagai agama baru tentu saja tidak lepas dari
penolakan dan juga tekanan. Pada masa pemerintahan militer Oda Nobunaga (534 M – 1582 M), agama Buddha mengalami masa suram karena
pemerintah saat itu bersikap antipati terhadap agama Buddha sendiri. Hal
ini disebabkan karena pada masa itu muncul banyak pemberotakan oleh rakyat yang
menentang pemerintah, juga karena dukungan oleh
pendeta Buddha, khususnya dari sekte Tendai di kuil Hiei.
Pemberontakan akhirnya, berakhir dengan penyerbuan ke kuil yang terletak
di atas puncak bukit, yang menyebabkan ribuan pengikutnya terbunuh.
Pada
masa periode Meiji (1868 M-1912 M)
pemerintah menetapkan Shinto
sebagai agama resmi Negara, sehingga secara tidak langsung menempatkan agama
Buddha dalam posisi yang berseberangan. Pada masa itu banyak kuil Buddha yang
ditutup dan pemerintah memaksa para rahib untuk berkeluarga. Sejak saat itu
banyak kuil yang beralih status menjadi “Kuil Keluarga” yaitu
kuil yang pengelolaanya dilakukan secara perorangan dan diwariskan
secara turun temurun dari bapak ke anaknya.
Menurut Takasaki dalam bukunya
yang berjudul “2500 Years of Buddhism” menyatakan bahwa sejarah
perkembangan ajaran Buddha di Jepang terbagi menjadi tiga
periode, yaitu:
1.
The period of importation (6 th century-7 th century
AD) “the Asuka and Nara period”.
Masa ini merupakan masa pertama dalam penyesuaian (adaptasi) terhadap
kepercayaan asli bangsa Jepang, yakni agama Shinto.
Pada periode ini terdapat enam aliran yang diperkenalkan dan tumbuh di Jepang,
yaitu: Kusha (aliran Abhidharmakosa), Sanron (aliran Tiga Kitab Suci dari Madyamika), Jojitsu
(aliran Satyasidhi-sastra), Kegon (aliran Avatmsaka), Hosso ( aliran
Dharma-laksana), dan Ratsu (aliran Vinaya).
2.
The period of nationalization (9 th century -14 th
century AD) “the Heian and Kamakura period”.
Masa ini merupakan masa kedua, yaitu masa nasionalisasi agama Buddha.
Masa ini diawali dengan kelahiran dua aliran agama Buddha di Jepang yaitu Tendai dan Shigon oleh Saicho
(267-822 M) dan Kukai (774-835 M).
Para pendiri aliran tersebut memunyai tujuan agar agana Buddha dapat diterima
oleh rakyat Jepang.
3.
The period of continuation (15 th century -20 th
century AD) “the Muromachi, Momoyama, and Edo period (the modern age)”.
Masa ini merupakan masa perkembangan agama Buddha. Setelah berakhirnya periode
Kamakura, di Jepang agama tidak
menjadi berkembang akan tetapi dalam periode ini terlahir beberapa aliran.
(Takasaki, 1956:70-73)
Conditions Buddhism in Japan
Agama
Buddha sampai sekarang tetap masih aktif di Jepang. Agama
Buddha yang berkembang di Jepang adalah agama Buddha Mahayana. Kelompok agama Buddha Mahayana merupakan salah satu kelompok besar dari aliran agama
Buddha yang dalam ritualnya memadukan unsur seni dan budaya setempat.
Kelompok lainnya adalah Theravada, yaitu aliran yang dianggap menjalankan
ajaran Buddha sesuai dengan aslinya. Buddha Theravada umumnya banyak di
jumpai di asia tenggara seperti Thailand, India dan Srilanka sedangkan kelompok
Mahayana umumnya berkembang di China, Taiwan dan Jepang.
Agama Buddha Mahayana merupakan
agama yang bisa memadukan antara ritual agama dengan unsur seni dan budaya
setempat, sehingga mahayana ini bisa mudah diterima dan berkembang di negara
Jepang. Salah satu budaya yang paling terkenal di Jepang yaitu upacara minum teh.
Budaya
ini lahir dan dipopulerkan oleh para pendeta Buddha sebagai salah satu bagian
dari meditasi. Disamping itu banyak contoh dari budaya Jepang yang lahir karena
pengaruh dari agama baru seperti seni merangkai bunga (Ikebana), seni
penulisan puisi (Haiku), kaligrafi dan lain sebagainya. Seni olah raga Kenpo dan Judo juga
dipercayai kemunculannya tidak bisa lepas dari pengaruh agama Buddha. Bangunan
tempat ibadah atau kuil Buddha di Jepang, ditemukan banyak benda peninggalan karya
seni, seperti lukisan, ukiran dan karya pahat yang dibuat oleh seniman tekenal
pada jamannya.
Umat
Buddha di Jepang sama sekali tidak merayakan hari Waisak dan juga hari
raya lainnya khusus
untuk umat Buddha. Jepang tidak mengenal hari
raya, akan tetapi Jepang memunyai tradisi upacara yang boleh dikatakan sebagai
hari raya umat Buddha Jepang yaitu Upacara Obon, yaitu hari
peringatan untuk leluhur dengan cara berziarah ke makam keluarga. Pada saat upacara Obon tersebut, banyak orang yang pulang kampung untuk berziarah ke makam keluarga yang telah meninggal dunia. Namun upaca Obon tersebut sepertinya lebih dekat ke arah budaya
dibandingkan agama karena menghormati leluhur atau ziarah ke makam keluarga bisa
dilakukan oleh siapa saja tanpa batasan agama sama sekali.
Orang
Jepang atau umat Buddha, kebanyakan kurang begitu memahami dogma ataupun
doktin agama mereka. Untuk menjadi seorang pengikut agama Buddha di
Jepang, seseorang sama sekali tidak dibebankan untuk menjalankan ritual
tertentu, menghafal dan mempelajari kitab apapun. Mempelajari kitab suci (Sutra), menjalankan ritual, doa, dan
meditasi yang ketat dan keras, berbagai pantangan dalam hal makanan dan
sebagainya sepenuhnya hanyalah kewajiban dari para pendeta saja.
Masyarakat
umum hanya tahu satu hal saja yaitu berdoa. Datang ke kuil pada hari kapan
saja, melempar sekeping uang sebagai sumbangan dan berdoa dengan mencakupkan
kedua tangan di dada sepertinya sudah lebih dari cukup dan ritual ini
dilakukan tidak lebih dari lima detik. Jadi, kuil Buddha di Jepang selain
berfungsi sebagai tempat berdoa/ibadah, juga berfungsi sebagai tempat
wisata. Untuk kuil tertentu yang bernilai historis tinggi dan banyak dikunjungi
oleh wisatawan, setiap pengunjung dikenakan tiket masuk seharga kurang lebih
300 yen (Rp 20.000) dan aturan ini berlaku tanpa perkecualian. Jadi baik yang
datang untuk tujuan berdoa ataupun tidak adalah sama saja. Wisatawan yang
dimaksud kebanyakan adalah orang Jepang sendiri dan sebagian besar dari mereka
akan menyempatkan diri untuk berdoa. Bangunan kuil di Jepang umumnya sangat
indah dan sebagian besar terbuat sepenuhnya dari kayu dan sudah berumur ratusan
tahun. Kuil Toudaiji,
salah satu contohnya yang dibangun pada tahun 728 M merupakan banguan kayu tertua
di dunia. Beberapa diantara kuil besar di Jepang mendapat perlindungan dari
badan dunia yang mengurus masalah budaya yaitu UNESCO.
The Buddhism Sects in Japan
Agama Buddha di Jepang memunyai banyak sekte. Dalam penulisan makalah ini penulis hanya akan membahas empat aliran
agama Buddha di Jepang diantaranya yaitu:
1.
Pure
Land Buddhism, merupakan salah satu sekte yang
mempopulerkan upacara kremasi di Jepang. Sekte ini memunyai pengikut yang cukup
luas meliputi negeri China, Tibet dan Vietnam.
2.
Nichiren
Buddhism yaitu Nichiren Shō Shū yang artinya Sekte Benar
Nichiren. Sekte ini didirikan pada tahun 1253 M oleh
pendeta Nikkō, murid pendeta Nichiren. Sekte Nichiren adalah salah satu sekte
Buddha yang cukup unik. Keunikannya adalah sekte ini adalah tidak melakukan
penyembahan ke arca Buddha seperti yang umum dilakukan pada tradisi Buddha
lainya. Sebagai gantinya mereka meletakkan Mandara, tulisan
atau huruf Jepang yang berisikan mantra atau tulisan suci yang dikeramatkan.
Sekte ini juga memunyai sejumlah pengikut di Indonesia yang tergabung dalam Nichiren
Shu Indonesia.
3.
Sōka
Gakkai, adalah sekte Buddha yang mungkin terbesar di
Jepang saat ini, khusunya segi jumlah anggota maupun organisasi. Sekte ini
berdiri pada tahun 1975 M dan ajarannya kebanyakan bersumber dari ajaran Nichiren. Tidak seperti sekte Buddha
tradisi, maupun agama tradisi lainya, Sōka Gakkai tidak menekankan aktivitasnya pada kegiatan tradisi
dalam arti ritual seperti sembahyang atau ibadah, namun lebih banyak ke bidang
pendidikan dan perbaikan perilaku. Mereka percaya bahwa
tujuan hidup manusia adalah penciptaan nilai. Nilai-nilai tersebut adalah
kebaikan, kegunaan, dan keindahan. Sōka
sendiri artinya adalah penciptaan nilai, sedangkan Gakkai artinya tempat pertemuan atau tempat belajar. Sekte
ini sepertinya tidak memiliki tempat ibadah secara khusus namun sebagai
gantinya mereka memiliki gedung yang dipakai sebagai tempat pertemuan dan
diskusi. Jadi Sōka Gakkai lebih tepatnya
disebut sebagai kelompok studi pendidikan dibandingkan dengan agama. Secara
rutin para pengikutnya mengadakan pertemuan dan berdiskusi tentang masalah
kehidupan sehari-hari. Pada 1964 M, Sōka Gakkai juga mulai memasuki dunia politik dengan mendirikan
partai politik yang bernama Kōmeitō
dan tetap eksis sampai saat ini dan menjadi partai keempat
terbesar di negara tersebut.
4.
Buddha
Zen, merupakan
suatu sekte dari agama Buddha yang sangat berpengaruh di negara Jepang. Sekte
ini didirikan oleh Dōgen Zenji (19 Januari 1200 -
22 September 1253) yang merupakan seorang guru Zen termasyur di Jepang. Tokoh
ini pernah lama belajar dan memperdalam ilmunya di negeri China. Salah satu
kuil Zen yang sangat terkenal yaitu Eiheiji
Temple di Perfecture Fukui, telihat dengan jelas refleksi dari ajaran Zen
tersebut. Komplek kuil tersebut sangat luas, asri, dan
menyatu dengan alam. Pohon pohon besar berumur ratusan tahun berdiri tegak
menjulang lurus ke atas. Seperti umumnya banguanan kuil di Jepang yang
sepenuhnya terbuat dari kayu terlihat sangat bersih dan terawat. Kebersihan
merupakan bagian dari ibadah dan tiap hari puluhan orang (calon rahib) tampak
menggosok lantai kayu sampai mengkilat dan sebagian orang lagi tampak sibuk
mencabut rumput dan tanaman penganggu di taman. Ketika memasuki banguan utama
yang memiliki lorong yang sangat banyak dan panjang, sandal dan sepatu harus
dilepas dimasukkan ke dalam kantong plastik dan di bawa selama berkunjung di
areal dalam bangunan.
Untuk
para rahib, mereka harus menjalankan meditasi dan berbagai pantangan yang
sangat ketat. Pada umumnya para rahib Buddha makan hanya dua kali
sehari, jadi jam makan, tidur dan juga bangun diatur dengan sangat ketat.
Berjalan juga dianggap sebagai bagian dari meditasi atau etika sehingga cara
berjalanpun harus di pelajari, misalnya adalah berjalan dengan tidak
menimbulkan suara berisik.
Ajaran
Zen lebih sederhana dan baik bila dipraktekkan
dalam
kehidupan kita sehari hari. Ajaran
tersebut
seperti :
1.
Ajakan
untuk mencintai alam,
2.
Menciptakan
nilai pada diri (the value of a person), dan
3.
Ajakan
untuk cinta damai dan tidak fanatik pada agama atau kepercayaan buta.
Salah satu kutipan dari ajaran tersebut adalah sebagai berikut:
Shizen no
megumi
Kome mo yasai mo inochi desu. Niku mo sakana mo inochi desu.
Korera no inochi no ikage de watashitachi mo ikisarete imasu
Itadakimasu, Gochicho sama
Toutoi inochi ni kansha shite shokuji o itadakimashou
Mother Nature's
Bounty
Rice and vegetable have lives, meat animals and fish have lives
It is thank to those lives that we are able to live
Let us receive food with gratitude for those precious lives
always saying "I thankfully accept this gift of nourishment"
and "Thank you for this wonderful food".
Berkah dari Karunia Alam
Beras dan sayur yang telah hidup, daging binatang dan ikan yang
telah hidup
Terimakasih bahwa kita masih
mampu untuk
hidup
Biar kita mendapat makanan dengan kesyukuran untuk
hidup yang mahal ini
Selalu mengatakan "Aku penuh
dengan ucapan terimakasih menerima hadiah dari makanan ini " dan "Terima kasih untuk
makanan sangat bagus ini".
Budaya tersebut merupakan salah satu budaya dari Jepang yang memunyai
arti untuk
menghormati makanan. Dalam budaya Jepang, seorang anak umumnya diajar untuk
makan sampai sisa nasi terakhir yang tujuannya adalah untuk menghormati
kehidupan dari beras yang telah kita makan. Dari perilaku
tersebut mencerminkan bahwa Jepang memunyai budaya yang sangat bagus untuk kita
kembangkan dan kita praktikkan dalam kehidupa kita sehari-hari. Pada zaman modern, aliran Buddhisme yang terkenal di Jepang adalah
Jōdokyō, Buddhisme Nichiren, Shingon, dan Zen.
Conclusion
Dari pembahasan makalah tersebut, penulis menyimpulkan bahwa Agama Buddha di Jepang berasal dari kata butsu, Buddha (仏) dan kyō, keyakinan,
kepercayaan (教). Agama Buddha diperkenalkan di Jepang pada abad ke-6 dan mulai dikenal
sekitar tahun 538. Agama Buddha yang masuk dan
berkembang di Jepang adalah agama Buddha Mahayana. Jepang memunyai banyak
kebudayaan, diantaranya; upacara minum teh, seni merangkai bunga (Ikebana), seni
penulisan puisi (Haiku), kaligrafi dan seni olah raga Kenpo
dan Judo. Agama Buddha di Jepang, memunyai
banyak sekte diataranya yaitu Pure Land Buddhism, Nichiren Buddhism, Sōka
Gakkai, dan Buddha Zen. Sekte yang
muncul dan berkembang di Indonesia dari negara Jepang adalah Nichiren buddhism.
Referensi
-
J.N. Takasaki. 1956. “2500 Years of Buddhism”. India: The
Publications Division.
-
Wahyono, Mulyadi. 1992. Sejarah
Perkembangan Agama Buddha I. Jakarta: DIRJEN BIMAS Hindu Buddha dan Universitas
Terbuka.