Latar Belakang Perkembangan Agama Buddha di Cina
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhc9LaZOoW6qoj0Hwom2hI2ZWtMVYZqTeqEA7tbODkp2k78Tq40FgvPUFcMWKO-7hUfjkSal8VqCmXSWVtqUPIPd6sYeHKRS4r4wnH_HMy8FBasVZaawOspswgQsZb2dbtNYuF9WPOd7zND/s320/images+(2).jpg)
Aliran Agama Buddha
yang berkembang di Cina:
·
Aliran
Theravada
Aliran
dari Theravada yang mula-mula berkembang di Cina terdiri dari 3 aliran yaitu:
a.
Cheng-shih ( di India
dinamakan aliran Sautrantika) yang berpendirian bahwa Dharma dan kehidupan
hanya maya realitas.
b.
Chu-she ( di india
dinamakan aliran Vaibhashika), berpendirian bahwa Dharma dan kehidupan itu
mempunyai realitas.
c.
Lu yaitu aliran yang
mempertahankan tata tertib yang ketat bagi kehidupan Sngha, berdasarkan vinaya
pitaka.
·
Aliran
Mahayana
Aliran
dari Mahayana terdiri dari tujuh bagian yaitu:
a.
Aliran San-Lun
Sun
–Lun bermakna 3 sutra. Aliran itu berdasarkan tiga karya yang disalin
Kumarajiva ke dalam bahasa Cina. Dua buah dari padanya adalah karya Nagarjuna
dan sebuah lagi karya muridnya Deva. Aliran itu dikenal dengan aliran Madyamika
(aliran tengah). Karakteristik aliran tersebut berpendirian bahwa seluruh alam
luar itu pada hakikatnya tidak riil dan hanya kekosongan saja yang benar-benar
riil, namun hal itu dapat dialami dalam samadi secara langsung dan pasti, yaitu
suatu hal yang dimiliki alam luar. Maka kekosongan itu pada hakikatnya berada
dimana-mana mencakup segalanya. Segala yang ada itu hakikatnya merupakan bagian
kekosongan atau nirvabna. Didalam Madyamika terdapat dua pengertian tentang
kebenaran yaitu kebenaran umum dan kebenaran universal. Kebenaran umum atau
alami yang sifatnya relative dan prakmatis.
b.
Aliran Wei-shih
Wei-shih
bermakna hany kesadaran. Aliran ini dikenal dengan Vijnanavada yang dibangun
oleh Asanga. Vijnnavada itu sebuah aliran Citta Murni. Perwujudan alam luar itu
hanya ada didalam ingatan orang belaka. Alam luar itu tidak lain dari maya
belaka. Bagi seseorang didalam Samadhi mungkin saja biasa menegakkan didepan
mata ingatannya akan segala rupa dari alam luar itu, bahwa semua tidak memiliki
realitas. Semua tanggapan itu tidak lain adalah proyeksi dari ingatan belaka,
yakni dari kesadaran seseorang. Dalam filsafat Cina di Jepang aliran ini
disebut dengan aliran Nichiren. Aliran ini pada mulanya berdasarkan pada
Saddharma-Pundarika-Sutra ( seroja dari hukum terbaik), tetapi dalam
perkembangannya penafsiran terhadap karya tersebut yang diberikan oleh Chih-kai
menjadi pegangan utama. Chih-kai adalah nama seorang bhiksu berasal dari
wilayah gunung Tiien-tai dalam provinsi Chekiang. Seroja hukum terbaik ini,
pada pandangan guru besar Tien-tai adalah Mahayana sutra yang paling mudah
untuk dipahami oleh kalangan umum, karena bukan bersifat teologis yang
berbelit-belit, tetapi langsung memberikan tuntutan kearah kieselamatan melalui
praktek. Ajaran Tien-tai dititik beratkan terletak pada kesadaran dan renungan
sebagai jalan bagi menangkap kebenaran terakhir.
c.
Aliran Hua-yen
Hua-yenbermakna
kalung bunga. Aliran Hua-yen berdasarkan Avatamsaka-sutra, sebuah karya dari
India utara yang mengemukakan ajaran Skyamuni dalam kedudukannya sebagai
penjelmaan Buddha Vairochana. Vairochana di dalam Upanisad yang terdapat kitab
suci agama Hindu adalah penemanan bagi pemimpin kodrat-kodrat rohani yang
bersifat tertentu.
d.
Aliran Ching-tu
Aliran
ini biasa disebut Sukhavati yang digambarkan dalam keadaan yang sangat
mengiurkan siapapun. Kesenangan yang bagai manapun di dunia ini tidak berarti,
bilamana dibandingkan dengan kesenangan yang bakal dinikmati di dalam Suhavati.
Pengikut aliran Ching-tu sangat mengutamakan samatha, keyenangan batin.
e.
Aliran Chan
Aliran
Chan di India dikenal dengan Dhyana dan di Jepang dengan aliran zen. Dhyana
bermakna meditasi (Samadhi). Aliran Chan bersifat mistik. Buddha Gutama pada
masa hidupnya, menurut aliran Chan tidak memberikan dan membukakan ilmu
tertinggi itu kepada siapapun juga kecuali kepada seorang muridnya yang amat
terutama. Aliran Chan mengutamakan pendekatan secara kerohaniaan untuk mencapai
kesadaran tertinggi. Sikap aliran Chan itu menilai agak bersifat incoclastic
yakni menolak pemujaan patung, karena puja-pujaan lahiriah itu tidak membawa
kepada tujuan tertinggi. Titik ajarannya mengutamakan kedisiplinan yakni
ketaatan dan kidmah yang sepenuhnya pada sang guru. Aliran Chan berpendirian
bahwa kepribadian Buddha itu hidup membenam didalam diri manusia dan memulai
renungan di dalam damadhi, maka kepribadian seorang Buddha itu dapat dilihat.
Isi kepribadian Buddha adalah kekosongan yang berati kosong dari setiap
ciri-ciri khusus. Jalan satu-satunya bagi mendekati kebenaran terakhir itu
melalui Samadhi:
Tathagatha-meditation
yaitu cara Samadhi dari Buddha Gautama, mempergunakan kodrat-kodrat renungan.
Patriarcahal-meditation
yaitu cara Samadhi yang diajarkan Bhiksu Bodhidharma meniadakan pemikiran dan
memusatkan kesadaran rohani guna mencapai kepribadian Buddha.
f.
Aliran Chen-yen
Chen-yen
bermakna kata benar. Aliran ini berpendirian bahwa alam semesta ini berisikan 3
misteri yaitu pikiran, ucapan, perbuatan.
Tokoh-tokoh yang
berperan dalam perkembangan agama Buddha di Cina:
a.
Kumarajiva (344-413M)
Kumarajiva
dilahirkan di kara shard an tidak lama setelah itu ibunya memeluk agama Buddha
dan menjalani kehidupan suci menjadoi Bhikkhuni. Dia mempunyai guru. Sejak
berusia 9 tahun dia dibawa ibunya ke kasmir untuk belajar kitab-kitab dan
filsafat agama Buddha. Dia juga mempunyai guru (Budhudatta) yang menganut
pandangan Mahayana. Dengan penetahuan yang luas dan mendalam tentang filsafat
aliran-aliran Buddha dan penguasaan terhadap bahasa Sansekerta maupun Cina.
b.
Paramatha (513-569M )
Adalah
seorang sramana yang berasal dari suatu pendidikan agama Buddha dengan bahasa
sankerta Paramatha juga menerjemahkan kitab-kitab sanskreta kedalam bahasa
Cina.
c.
Bodhidarma (wafat tahun
528/536)
Bodhidarma
pergi ke Cina bertujuan untuk memperkenalkan system filsafat. Filsafat
Bodhidarma yaitu filsafat kekosongan (sunyata) dan sunyata tidak dapat
dibandingkan dengan apapun juga. Aliran Bodhidarma ini berkembang sesuai dengan
perubahan-perubahan dengan keadaan.
d.
Huan-Tsang (602-664M)
Huan-Tsang
merupakan seorang penulis sejarah maupun penerjemah kitab-kitab Sankerta
kedalam bahasa Cina. Huan-Tsang menerjemahkan dengan cara bebas untuk
menerjemahkan hal yang dimaksud, meniadakan pengulangan-pengulangan dan
memberikan tambahan.
e.
Bodhiruci ( 571-727M)
Nama
asli Budhiruci adalah Dharmaruci. Arti kata yang mengandung dari masing-masing
nama tersebut adalah cinta-Dharma menjadi cinta pengetahuan. Bohiruci
mempelajari beberapa ilmu pengetahuan se[erti astronomi, ilmu bumi dan agama
serta menjadi Bhikkhu setelah mempelajari ilmu tersebut dan samsara hidupnya
dia membaktikan dirinya untuk menerjemahkan kitab-kitab agama Buddha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar