jejak ajaran Buddha

jejak ajaran Buddha

SPACE IKLAN

SPACE IKLAN

Translate

Kamis, April 12, 2012

BUDDHISM IN JAPAN



Introduction
Jepang merupakan negara yang kaya akan berbagai macam kebudayaan. Banyak ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jepang yang berhubungan dengan keadaan masyarakat dan lingkungannya. Budaya minum teh, budaya merangkai bunga, dan sebagainya adalah beberapa contoh yang menandakan begitu kaya negara tersebut akan budaya. Selain budaya, negara tersebut juga terkenal dengan sistim keagamaannya. Salah satu agama yang berkembang di Jepang adalah agama Buddha. Dilatarbelakangi oleh kepercayaan masyarakat Jepang yang sangat menjunjung tinggi tradisi-tradisi dan upacara-upacara, maka agama buddha yang notabenya tidak melarang tradisi dan upacara-upacara dapat dengan cepat berkembang di negara tersebut. Akan tetapi dengan semakin maju dan berkembangnya kondisi masyarakat di Jepang, agama Buddha juga mengalami perubahan-perubahan yang cukup signifikan. Munculnya sekte-sekte, aliran-aliran, dan agama baru merupakan sebab dari semakin berkembangnya pola pikir masyarakat Jepang waktu itu. Selain itu, banyak pula perubahan-perubahan lain yang terjadi di tubuh agama Buddha sendiri. Akan tetapi, mengapa agama Buddha di Jepang dapat mengalami perubahan tersebut? Apakah yang menjadi faktor terjadinya perubahana tersebut? Dari pernyataan itulah dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai agama Buddha di Jepang, bagaimana sejarahnya, bagaimana kondisi agamanya, dan apa saja sekte-sekte agama Buddha yang ada di Jepang.
       
Historical Buddhism in Japan
Agama Buddha, dalam bahasa Jepang (aksara kanji) berasal dari kata, bukkyō (仏教) yaitu butsu, Buddha () dan kyō yaitu keyakinan, kepercayaan (). Agama Buddha diperkenalkan di Jepang pada abad ke-6 M, ketika para bhiksu Cina melakukan perjalanan ke Jepang dengan membawa banyak kitab-kitab suci dan karya seni. Agama Buddha diyakini  mulai masuk ke Jepang lewat kerajaan Baekje di Korea sekitar tahun 538 M. Beberapa tahun kemudian berbagai buku dan literatur tentang Buddhism juga mulai masuk lewat negara China pada masa dinasti Sui. Empat puluh tahun kemudian kaisar Jepang saat itu yaitu Pangeran Shotoku (574-621 M) meresmikan Buddha sebagai agama resmi negara.
 Sebagai agama baru tentu saja tidak lepas dari penolakan dan juga tekanan. Pada masa pemerintahan militer Oda Nobunaga (534 M – 1582 M), agama Buddha mengalami masa suram karena pemerintah saat itu bersikap antipati terhadap agama Buddha sendiri. Hal ini disebabkan karena pada masa itu muncul banyak pemberotakan oleh rakyat yang menentang pemerintah, juga karena dukungan oleh pendeta Buddha, khususnya dari sekte Tendai di kuil Hiei. Pemberontakan akhirnya, berakhir dengan penyerbuan ke kuil yang terletak di atas puncak bukit, yang menyebabkan ribuan pengikutnya terbunuh.
Pada masa periode Meiji (1868 M-1912 M) pemerintah menetapkan Shinto sebagai agama resmi Negara, sehingga secara tidak langsung menempatkan agama Buddha dalam posisi yang berseberangan. Pada masa itu banyak kuil Buddha yang ditutup dan pemerintah memaksa para rahib untuk berkeluarga. Sejak saat itu banyak kuil yang beralih status menjadi Kuil Keluarga yaitu kuil yang pengelolaanya dilakukan secara perorangan dan diwariskan secara turun temurun dari bapak ke anaknya.
Menurut Takasaki dalam bukunya yang berjudul “2500 Years of Buddhism” menyatakan bahwa sejarah perkembangan ajaran Buddha di Jepang terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
1.      The period of importation (6 th century-7 th century AD) “the Asuka and Nara period”.
Masa ini merupakan masa pertama dalam penyesuaian (adaptasi) terhadap kepercayaan asli bangsa Jepang, yakni agama Shinto. Pada periode ini terdapat enam aliran yang diperkenalkan dan tumbuh di Jepang, yaitu: Kusha (aliran Abhidharmakosa), Sanron (aliran Tiga Kitab Suci dari Madyamika), Jojitsu (aliran Satyasidhi-sastra), Kegon (aliran Avatmsaka), Hosso ( aliran Dharma-laksana), dan Ratsu (aliran Vinaya).
2.      The period of nationalization (9 th century -14 th century AD) “the Heian and Kamakura period”.
Masa ini merupakan masa kedua, yaitu masa nasionalisasi agama Buddha. Masa ini diawali dengan kelahiran dua aliran agama Buddha di Jepang yaitu Tendai dan Shigon oleh Saicho (267-822 M) dan Kukai (774-835 M). Para pendiri aliran tersebut memunyai tujuan agar agana Buddha dapat diterima oleh rakyat Jepang.
3.      The period of continuation (15 th century -20 th century AD) “the Muromachi, Momoyama, and Edo period (the modern age)”.
Masa ini merupakan masa perkembangan agama Buddha. Setelah berakhirnya periode Kamakura, di Jepang agama tidak menjadi berkembang akan tetapi dalam periode ini terlahir beberapa aliran.
(Takasaki, 1956:70-73)


Conditions Buddhism in Japan

Agama Buddha sampai sekarang tetap masih aktif di Jepang. Agama Buddha yang berkembang di Jepang adalah agama Buddha Mahayana. Kelompok agama Buddha Mahayana merupakan salah satu kelompok besar dari aliran agama Buddha yang dalam ritualnya memadukan unsur seni dan budaya setempat. Kelompok lainnya adalah Theravada, yaitu aliran yang dianggap menjalankan ajaran Buddha sesuai dengan aslinya. Buddha Theravada umumnya banyak di jumpai di asia tenggara seperti Thailand, India dan Srilanka sedangkan kelompok Mahayana umumnya berkembang di China, Taiwan dan Jepang.
Agama Buddha Mahayana merupakan agama yang bisa memadukan antara ritual agama dengan unsur seni dan budaya setempat, sehingga mahayana ini bisa mudah diterima dan berkembang di negara Jepang. Salah satu budaya yang paling terkenal di Jepang yaitu upacara minum teh. Budaya ini lahir dan dipopulerkan oleh para pendeta Buddha sebagai salah satu bagian dari meditasi. Disamping itu banyak contoh dari budaya Jepang yang lahir karena pengaruh dari agama baru seperti seni merangkai bunga (Ikebana), seni penulisan puisi (Haiku), kaligrafi dan lain sebagainya. Seni olah raga Kenpo dan Judo juga dipercayai kemunculannya tidak bisa lepas dari pengaruh agama Buddha. Bangunan tempat ibadah atau kuil Buddha di Jepang, ditemukan banyak benda peninggalan karya seni, seperti lukisan, ukiran dan karya pahat yang dibuat oleh seniman tekenal pada jamannya.
Umat Buddha di Jepang sama sekali tidak merayakan hari Waisak dan juga hari raya lainnya khusus untuk umat Buddha. Jepang tidak mengenal hari raya, akan tetapi Jepang memunyai tradisi upacara yang boleh dikatakan sebagai hari raya umat Buddha Jepang yaitu Upacara Obon, yaitu hari peringatan untuk leluhur dengan cara berziarah ke makam keluarga. Pada saat upacara Obon tersebut, banyak orang yang pulang kampung untuk berziarah ke makam keluarga yang telah meninggal dunia.  Namun upaca Obon tersebut sepertinya lebih dekat ke arah budaya dibandingkan agama karena menghormati leluhur atau ziarah ke makam keluarga bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa batasan agama sama sekali.
Orang Jepang atau umat Buddha, kebanyakan kurang begitu memahami dogma ataupun doktin agama mereka. Untuk menjadi seorang pengikut agama Buddha di Jepang, seseorang sama sekali tidak dibebankan untuk menjalankan ritual tertentu, menghafal dan mempelajari kitab apapun. Mempelajari kitab suci (Sutra), menjalankan ritual, doa, dan meditasi yang ketat dan keras, berbagai pantangan dalam hal makanan dan sebagainya sepenuhnya hanyalah kewajiban dari para pendeta saja.
Masyarakat umum hanya tahu satu hal saja yaitu berdoa. Datang ke kuil pada hari kapan saja, melempar sekeping uang sebagai sumbangan dan berdoa dengan mencakupkan kedua tangan di dada sepertinya sudah lebih dari cukup dan ritual ini dilakukan tidak lebih dari lima detik. Jadi, kuil Buddha di Jepang selain berfungsi sebagai tempat berdoa/ibadah, juga berfungsi sebagai tempat wisata. Untuk kuil tertentu yang bernilai historis tinggi dan banyak dikunjungi oleh wisatawan, setiap pengunjung dikenakan tiket masuk seharga kurang lebih 300 yen (Rp 20.000) dan aturan ini berlaku tanpa perkecualian. Jadi baik yang datang untuk tujuan berdoa ataupun tidak adalah sama saja. Wisatawan yang dimaksud kebanyakan adalah orang Jepang sendiri dan sebagian besar dari mereka akan menyempatkan diri untuk berdoa. Bangunan kuil di Jepang umumnya sangat indah dan sebagian besar terbuat sepenuhnya dari kayu dan sudah berumur ratusan tahun. Kuil Toudaiji, salah satu contohnya yang dibangun pada tahun 728 M merupakan banguan kayu tertua di dunia. Beberapa diantara kuil besar di Jepang mendapat perlindungan dari badan dunia yang mengurus masalah budaya yaitu UNESCO.


The Buddhism Sects in Japan
Agama Buddha di Jepang memunyai banyak sekte. Dalam penulisan makalah ini penulis hanya akan membahas empat aliran agama Buddha di Jepang  diantaranya yaitu:          
1.      Pure Land Buddhism, merupakan salah satu sekte yang mempopulerkan upacara kremasi di Jepang. Sekte ini memunyai pengikut yang cukup luas meliputi negeri China, Tibet dan Vietnam.
2.      Nichiren Buddhism yaitu Nichiren Shō Shū yang artinya Sekte Benar Nichiren. Sekte ini didirikan pada tahun 1253 M oleh pendeta Nikkō, murid pendeta Nichiren. Sekte Nichiren adalah salah satu sekte Buddha yang cukup unik. Keunikannya adalah sekte ini adalah tidak melakukan penyembahan ke arca Buddha seperti yang umum dilakukan pada tradisi Buddha lainya. Sebagai gantinya mereka meletakkan Mandara, tulisan atau huruf Jepang yang berisikan mantra atau tulisan suci yang dikeramatkan. Sekte ini juga memunyai sejumlah pengikut di Indonesia yang tergabung dalam Nichiren Shu Indonesia.
3.      Sōka Gakkai, adalah sekte Buddha yang mungkin terbesar di Jepang saat ini, khusunya segi jumlah anggota maupun organisasi. Sekte ini berdiri pada tahun 1975 M dan ajarannya kebanyakan bersumber dari ajaran Nichiren. Tidak seperti sekte Buddha tradisi, maupun agama tradisi lainya, Sōka Gakkai tidak menekankan aktivitasnya pada kegiatan tradisi dalam arti ritual seperti sembahyang atau ibadah, namun lebih banyak ke bidang pendidikan dan perbaikan perilaku. Mereka percaya bahwa tujuan hidup manusia adalah penciptaan nilai. Nilai-nilai tersebut adalah kebaikan, kegunaan, dan keindahan. Sōka sendiri artinya adalah penciptaan nilai, sedangkan Gakkai artinya tempat pertemuan atau tempat belajar. Sekte ini sepertinya tidak memiliki tempat ibadah secara khusus namun sebagai gantinya mereka memiliki gedung yang dipakai sebagai tempat pertemuan dan diskusi. Jadi Sōka Gakkai lebih tepatnya disebut sebagai kelompok studi pendidikan dibandingkan dengan agama. Secara rutin para pengikutnya mengadakan pertemuan dan berdiskusi tentang masalah kehidupan sehari-hari. Pada 1964 M, Sōka Gakkai juga mulai memasuki dunia politik dengan mendirikan partai politik yang bernama Kōmeitō dan tetap eksis sampai saat ini dan menjadi partai keempat terbesar di negara tersebut.
4.      Buddha Zen, merupakan suatu sekte dari agama Buddha yang sangat berpengaruh di negara Jepang. Sekte ini didirikan oleh Dōgen Zenji (19 Januari 1200 - 22 September 1253) yang merupakan seorang guru Zen termasyur di Jepang. Tokoh ini pernah lama belajar dan memperdalam ilmunya di negeri China. Salah satu kuil Zen yang sangat terkenal yaitu Eiheiji Temple di Perfecture Fukui, telihat dengan jelas refleksi dari ajaran Zen tersebut. Komplek kuil tersebut sangat luas, asri, dan menyatu dengan alam. Pohon pohon besar berumur ratusan tahun berdiri tegak menjulang lurus ke atas. Seperti umumnya banguanan kuil di Jepang yang sepenuhnya terbuat dari kayu terlihat sangat bersih dan terawat. Kebersihan merupakan bagian dari ibadah dan tiap hari puluhan orang (calon rahib) tampak menggosok lantai kayu sampai mengkilat dan sebagian orang lagi tampak sibuk mencabut rumput dan tanaman penganggu di taman. Ketika memasuki banguan utama yang memiliki lorong yang sangat banyak dan panjang, sandal dan sepatu harus dilepas dimasukkan ke dalam kantong plastik dan di bawa selama berkunjung di areal dalam bangunan.
Untuk para rahib, mereka harus menjalankan meditasi dan berbagai pantangan yang sangat ketat. Pada umumnya para rahib Buddha makan hanya dua kali sehari, jadi jam makan, tidur dan juga bangun diatur dengan sangat ketat. Berjalan juga dianggap sebagai bagian dari meditasi atau etika sehingga cara berjalanpun harus di pelajari, misalnya adalah berjalan dengan tidak menimbulkan suara berisik.
Ajaran Zen lebih sederhana dan baik bila dipraktekkan dalam kehidupan kita sehari hari. Ajaran tersebut seperti :
1.                   Ajakan untuk mencintai alam,
2.                   Menciptakan nilai pada diri (the value of a person), dan
3.                  Ajakan untuk cinta damai dan tidak fanatik pada agama atau kepercayaan buta.

Salah satu kutipan dari ajaran tersebut adalah sebagai berikut:

Shizen no megumi
Kome mo yasai mo inochi desu. Niku mo sakana mo inochi desu.
Korera no inochi no ikage de watashitachi mo ikisarete imasu
Itadakimasu, Gochicho sama
Toutoi inochi ni kansha shite shokuji o itadakimashou

Mother Nature's Bounty
Rice and vegetable have lives, meat animals and fish have lives
It is thank to those lives that we are able to live
Let us receive food with gratitude for those precious lives
always saying "I thankfully accept this gift of nourishment" and "Thank you for this wonderful food".

      
Berkah dari Karunia Alam
Beras dan sayur yang telah hidup, daging binatang dan ikan yang telah hidup
Terimakasih bahwa kita masih mampu untuk hidup
Biar kita mendapat makanan dengan kesyukuran untuk hidup yang mahal ini
Selalu mengatakan "Aku penuh dengan ucapan terimakasih menerima hadiah dari makanan ini " dan "Terima kasih untuk makanan sangat bagus ini".
Budaya tersebut merupakan salah satu budaya dari Jepang yang memunyai arti untuk menghormati makanan. Dalam budaya Jepang, seorang anak umumnya diajar untuk makan sampai sisa nasi terakhir yang tujuannya adalah untuk menghormati kehidupan dari beras yang telah kita makan. Dari perilaku tersebut mencerminkan bahwa Jepang memunyai budaya yang sangat bagus untuk kita kembangkan dan kita praktikkan dalam kehidupa kita sehari-hari. Pada zaman modern, aliran Buddhisme yang terkenal di Jepang adalah Jōdokyō, Buddhisme Nichiren, Shingon, dan Zen.

Conclusion
Dari pembahasan makalah tersebut, penulis menyimpulkan bahwa Agama Buddha di Jepang berasal dari kata butsu, Buddha () dan kyō, keyakinan, kepercayaan (). Agama Buddha diperkenalkan di Jepang pada abad ke-6 dan mulai dikenal sekitar tahun 538. Agama Buddha yang masuk dan berkembang di Jepang adalah agama Buddha Mahayana. Jepang memunyai banyak kebudayaan, diantaranya; upacara minum teh, seni merangkai bunga (Ikebana), seni penulisan puisi (Haiku), kaligrafi dan seni olah raga Kenpo dan Judo. Agama Buddha di Jepang, memunyai banyak sekte diataranya yaitu Pure Land Buddhism, Nichiren Buddhism, Sōka Gakkai, dan Buddha Zen. Sekte yang muncul dan berkembang di Indonesia dari negara Jepang adalah Nichiren buddhism.
Referensi
-        J.N. Takasaki. 1956. “2500 Years of Buddhism”. India: The Publications Division.
-        Wahyono, Mulyadi. 1992. Sejarah Perkembangan Agama Buddha I. Jakarta: DIRJEN BIMAS Hindu Buddha dan Universitas Terbuka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar