jejak ajaran Buddha

jejak ajaran Buddha

SPACE IKLAN

SPACE IKLAN

Translate

Selasa, November 22, 2011

MASALAH DALAM PEMBELAJARAN SEKOLAH DASAR

A.    Pendahuluan
Setiap anak didik (siswa) memiliki karakter yang berbeda-beda terutama dalam mengikuti proses belajar mengajar, ada anak didik yang suka belajar berbicara dengan teman sebangku, tidur dikelas, ataupun yang lainnya. Tentunya anak didik memiliki alasan mengapa tidak menyukai pelajaran yang diberikan oleh guru (pengajar). Entah cara mengajar yang monoton atau metode yang tidak sesuai dengan karakter diri anak.
Guru memilih metode yang digunakan dalam belajar mengajar tidak boleh asal pakai metode. Sebab, metode yang satu belum tentu sesuai dengan karakter diri anak. sehingga guru harus memilih metode yang sesuai dengan semua karakter diri siswa atau guru mengkombinasikan metode yang satu dengan yang lain agar pengajaran dikelas dapat menarik perhatian siswa.
Guru mencari metode yang sesuai harus mendekati siswa satu demi satu agar guru mengetahui apa yang siswa inginkan dalam pengajaran. Memang sulit dan membutuhkan waktu yang lama dalam melakukan penelitian tentang metode apa yang akan diambil. Tetapi, pendekatan dari satu siswa kesiswa yang lain akan sangat bermakana dalam mengambil metode yang dipilih.
Selain mempermudah guru dalam mengambil metode, pendekatan tersebut juga mempermudah guru untuk menyelesaikan masalah. Karena, anak didik belum tentu suka menyelesaikan masalah dengan memberitahukan dengan orang tua ataupun teman sebaya. Ketika anak didik memiliki masalah guru akan langsung mengerti dan dapat menyelesaikan dengan mudah. Mengerti langkah-langkah yang tepat dalam mengambil keputusan. Keputusan yang salah ketika mengambl keputusan untuk anak didik maka dapat terjadi kemungkinan akan terjadi hal yang buruk untuk anak didik.
Selain metode dengan pendekatan anak didik, guru juga harus melakukan pendekatan dengan masing masing orang tua siswa. Tujuan melakukan pendekatan dengan orang tua siswa tentunya untuk pengajaran yang dilakukan di kelas dapat berjalan dengan lancar. Guru melakukan pengajaran di kelas, dan orang tua (wali siswa) melakukan pendidikan di rumah. Orang tua membantu pekerjaan guru untuk memberi pelajaran dirumah. Guru memberikan Standar Kompetesi yang dibuat oleh guru, sehingga orang tua mengetahui pelajarang yang dilakukan pada hari besok. Sehingga, guru hanya memberikan penjelasan dari materi-materi yang diajarkan.

Jumat, November 18, 2011

AYATANA 12 DAN DHATU 18

  Ayatana 12
            Ayatana berarti landasan indera (Panjika, 2004:340). Ayatana 12  yaitu 12 macam landasan indera yang terbagi menjadi enam landasan indera bagian dalam (Ajjhattikayatana/Adhyatmikayatana) dan enam landasan indera bagian luar (Bahiyaratana/Bahisayatana).
a.       Enam landasan indera bagian dalam (Ajjhattikayatana/Adhyatmikayatana) yaitu:
1)        Cakkhu (mata) sebagai landasan untuk melihat.
2)        Sota (telinga) sebagai landasan untuk mendengar.
3)        Ghana (hidung) sebagai landasan untuk membau.
4)        Jivha (lidah) sebagai landasan untuk mengecap.
5)        Kaya (jasmani) sebagai landasan untuk merasakan sentuhan.
6)        Mano (pikiran) sebagai landasan untuk menerima kesan pikiran.

b.    Enam landasan indera bagian luar (Bahiyaratana/Bahisayatana) yaitu:
1)      Rupa (bentuk) sebagai objek dari landasan mata.
2)      Sadda (suara) sebagai objek dari landasan telinga.
3)      Gandha (bau) sebagai objek dari landasan hidung.
4)      Rasa (rasa) sebagai objek dari landasan lidah.
5)      Photthaba (sentuhan) sebagai objek dari landasan jasmani.
6)      Dhamma (kesan pikiran) sebagai objek dari landasan pikiran

v Dhatu 18
            Dhātu berarti unsur (Panjika, 2004:309). Dhatu 18 adalah unsur yang berada pada nama dan rupa yang terdiri dari:
1.      Cakkhu-dhatu :  unsur mata, wujud aslinya adalah Chakkupasada.
2.      Rupa-dhatu :  unsur bentuk, wujud aslinya adalah berbagai macam warna.
3.      Cakkhuvinnana-dhatu : unsur kesadaran mata, wujud aslinya adalah Cakkhuvinnana-citta.
4.      Sota-dhatu :   unsur telinga, wujud aslinya adalah Sotapasada.
5.      Sadda-dhatu : unsur suara, wujud aslinya adalah berbagai macam suara.
6.      Sotavinnana-dhatu : unsur kesadaran telinga, wujud aslinya adalah Sotavinnana-citta.
7.      Ghana-dhatu :  unsur hidung, wujud aslinya adalah Ghanapasada.
8.      Ghanda-dhatu :  unsur bau, wujud aslinya adalah berbagai macam bau.
9.      Ghanavinnana-dhatu :  unsur kesadaran hidung, wujud aslinya adalah Ghanavinnana-citta.
10.  Jivha-dhatu :  unsur lidah, wujud aslinya adalah Jivhapasada.
11.  Rasa-dhatu :  unsur rasa, wujud aslinya adalah berbagai macam rasa.
12.  Jivhavinnana-dhatu :  unsur kesadaran lidah, wujud aslinya adalah Jivhavinnana-citta.
13.  Kaya-dhatu :  unsure jasmani, wujud aslinya adalah Kayapasada.
14.  Photthabba-dathu :  unsur sentuhan, wujud aslinya adalah berbagai macam sentuhan.
15.  Kayavinnana-dhatu :  unsur kesadaran jasmani wujud aslinya adalah Kayavinnana-citta.
16.  Mano-dhatu :  unsur batin, wujud aslinya adalah Pancadvaravajjana-citta dan Samapaticchana-citta.
17.  Dhamma-dhatu :  unsur kesan-kesan batin, wujud aslinya adalah Cetasika dan Nibbana.
18.  Manovinnana-dhatu :  unsur kesadaran batin, wujud aslinya adalah Citta 76 (tidak termasuk dvipancavinnana-citta 10 dan manodhatu 3).

Pembagian Nama-Rupa dari Ayatana 12 dan Dhatu 18 (Panjika, 2005:562)
E Ayatana 12
Nama     : Mano dan Dhamma
Rupa      : Cakkhu, Sota, Ghana, Jivha, Kaya, Rupa, Sadda, Gandha, Rasa, dan Photthabba.
E Dhatu 18
Nama     :  Cakkhuvinnana-dhatu, Sotavinnana-dhatu, Ghanavinnana-dhatu,  Jivhavinnana-dhatu, Kayavinnana-dhatu, Mano-dhatu,  Dhamma-dhatu dan Manovinnana-dhatu.
Rupa      : Cakkhu-dhatu dan Rupa-dhatu, Sota-dhatu dan Sadda-dhatu, Ghana-dhatu dan Gandha-dhatu, Jivha-dhatu dan Rasa-dhatu, Kaya-dhatu dan Photthabba.


Referensi:
·         Panjika, 2004. Kamus  Umum Buddha Dhamma. Jakarta: Tri Sattva Buddhist Center.
·         Panjika, 2005. Abhidhammatthasangaha. Jakarta: CV. Yanwreko Wahana Karya.

KETIDAKSAMAAN DIANTARA MANUSIA

Kejadian disekitar kita, seperti seseorang yang dibesarkan dalam kemewahan dan jasmani yang baik, sedang yang lain dalam kemiskinan, ada orang yang mempunyai keunggulan mental ada yang bodoh. Mengapa yang lain cacat fisik yang lain terbekahi?. Di dunia ini tidak ada sesuatu yang menimpa siapapun dengan tanpa alasan. Pada mulanya suatu kejadian pasti ada sebabnya.Faktor keturunan dari gen orangtua, lingkungan sekitar dan kebiasaan yang dapat mempengaruhi ketidak samaan diantara manusia.
Masyarakat non buddhis hanya mengerti jika ketidaksamaan individu karena adanya garis yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan dan tidak dapat ditentang. Takdir demikian yang orang ketahui sebab dari individu berbeda, sehingga mereka hanya dapat mengeluh tanpa ada perbuatan yang dilakukan untuk menjadi yang lebih baik.
Menurut Buddhisme ketidaksamaan ini tidak hanya didasari pada keturunan, lingkungan dan kebiasaan atau perawatan, tetapi juga karena bekerjanya hukum karma sebagai akibat dari masa lampau yang diwarisi oleh seseorang, sehingga perbedaan mental, moral, kecerdasan dan pembawaan saat ini lebih banyak dipengaruhi perbuatan seseorang di masa sekarang atau yang lampau.

Referensi:
Narada. 1998. Sang Buddha dan Ajaran-ajarannya. Jakarta : Yayasan Dhammadipa Arama.


CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

Pengertian
            Pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang meransang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Pembelajara kontekstal adalah suatu sistem pembelajaran yag cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan makna muatan akademis dengan konteks dai kehidupa sehari-hari siswa. Jadi pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata Elaine (Rusman, 2011: 187)

Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
            Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat Nurhadi (Rusman, 2011: 189).
CTL memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebihlanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan meransang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna baru Johnson (Rusman, 2010: 189)
Sistem CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupa sehari-hari , yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial dan budaya.
Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait degan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian pembelajaran tidak sekadar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses.
Reigeluth mengutarakan bahwa fungsi dan peran desain pembelajaran antara lain:
1.      Intructional design prescribes methods a part of instructional development;
2.       Intructional design prescribes methods a part of instructional implementation;
3.      Intructional design prescribes methods a part of instructional management;
4.      Intructional design identifies and remedies weakness as a part of instructional evaluation.
Komponen Pembelajaran Kontekstual
Komponen pembelajaran konsenditekstual meliputi: menjalin hubungan-hubungan yang bermakna (making meaningful connections), mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti (doing significant work), melakukan proses belajar yang diatur sendiri (self regulated learning), mengadakan kolaborasi (collaborating), berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), memberikan layanan secara individual (nurturing the individual), mengupayakan pencapaian standar yang tinggi (reaching high standars), menggunakan asesmen autentik (using authentic assessment) Johnson (Rusman, 2010: 192)
Prinsip Pembelajran Kontekstual
1.      Constructivisme
Merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
2.      Inquiry
Merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.
3.      Questioning
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama  dalam CTL.
4.      Learning Community
Ialah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya, hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman.
5.      Modeling
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang, telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki kemampuan lengkap dan hal ini yang sulit dipenuhi. Oleh karena itu kini guru bukan satu-satunya sumber belajar bagi siswa, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.
6.      Reflection
Adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain, refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu.
7.      Authentic Assessment
Ialah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa yang berfungsi menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerpan CTL.


Skenario Pembelajaran Kontekstual
1.      Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru yang harus dimilikinya
2.      Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan
3.      Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan
4.      Menciptakan masyarakat belajar seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dll
5.      Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media sebenarnya
6.      Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan
7.      Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada siswa






Referensi:
-          Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persaja.

MENGIKIS KEMELEKATAN DENGAN VIPASSANA

MENGIKIS KEMELEKATAN DENGAN VIPASSANA
        Hidup sebagai manusia utamanya menjadi orang awam sudah pasti memiliki ribuan keinginan yang hendak dicapai, misalnya: keinginan untuk mendapatakan harta yang melimpah, umur yang panjang, tahta yang tinggi, terhindar dari penyakit dan lain sebagainya. Keinginan-keinginan ini muncul karena adanya berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi dan sering kali membuat seseorang terjebak dalam kemelekatan. Orang yang sangat berambisi dalam mencapai sesuatu yang diinginkan setelah mendapatkan apa yang diinginkan,  maka timbulah perasaan tidak mau kehilangan dan itulah kemelekatan. Contohnya seorang pemuda bernama A menginginkan sekali sebuah handphone bermerk Z. Setelah beberapa saat akhirnya A mendapatkan handphone tersebut dan A sangat menyukai handphone itu sehingga dibawa kemanapun A pergi. Namun sewaktu naik bus kota, handphone A hilang dicopet orang. A merasa sangat sedih dan tidak rela handphonenya hilang sehingga sampai beberapa hari A tidak selera makan karena terus memikirkan handphonenya yang hilang. Sikap A ini adalah salah satu contoh dari kemelekatan.
        Kemelekatan adalah musuh dari manusia karena kemelekatan berakar dari keserakahan, kebencian dan kebodohan (lobha, dosa, moha) yang menyebabkan penderitaan (dukkha) dan dapat dikikis dengan melaksanakan Vipassana. “Meditasi ini adalah ‘jalur cepat’ ke arah penerangan sempurna atau pembebesan dari semua bentuk kebodohan, kekotoran batin dan penderitaan” (Buddha Gautama). Vipassana memanglah jalur yang cepat untuk mencapai pembebasan karena vipassana melatih pikiran untuk memahami terhadap sesuatu dengan apa adanya. Pikiran yang memahami sesuatu dengan apa adanya adalah pikiran yang melihat proses timbul, berlangsung dan padam (upada, tithi, bhanga) untuk menembus ketidak-kekalan, penderitaan, dan tanpa inti (anicca, dukkha, anatta). Dukkha berasal dari kemelekatan dan keinginan (upadana dan tanha) sehingga orang yang melaksanakan vipassana dapat mengikis kemelekatan. Vipassana dalam mengikis kemelekatan harus selalu dilakukan dengan berlatih memahami dan menyadari apa yang dilakukan dan dipikirkan sebagaimana adanya.

VIPASSANA BHAVANA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI


Agama Buddha mengenal ada dua mancam meditasi yaitu meditasi samatha bhavana dan meditasi Vipassana Bhavana. Meditasi samatha bhavana adalah meditasi untuk mencapai ketenangan batin, sedangkan meditasi vipassana bhavana adalah meditasi untuk mencapai pandangan terang. Dua macam meditasi tersebut telah ada sejak 2500 tahun yang lalu yang ditemukan sendiri oleh Sang Buddha Gotama. Meditasi vipassana adalah meditasi yang dapat membebaskan manusia dari belenggu kehidupan, yang dapat memusnahkan secara total semua kekotoran batin yang ada di dalam diri manusia. Samatha bhavana hanyalah sebagai pondasi awal untuk menunjang konsentrasi.
  Rahayu Ratnaningsih dalam bukunya yang berjudul Happiness made simple mengatakan bahwa “membahas meditasi Vipassana ada dua macam yaitu secara kaku dan lentur. Kaku maksudnya adalah dilakukan sebagaimana orang bermeditasi, duduk bersila, mata terpejam, atau berjalan dan memperhatikan langkah kaki. Lentur dalam arti bahwa prinsip meditasi ini akan diterapkan secara meluas dalam kehidupan sehari-hari, dalam setiap kegiatan apa pun yang tengah kita tekuni”. Jadi benar proses pelaksanaan meditasi vipassana bhavana tidak hanya dengan duduk diam saja, vipassana dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dapat dilakukan dengan berjalan dan dapat juga dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, karena objek dalam vipassana adalah ada didalam diri yaitu nama dan rupa. Jadi dengan memperhatikan semua kegiatan yang dilakukan sehari-hari dapat dikatakan telah melatih meditasi vipassana. Meditasi vipassana telah terkenal di dalam masyarakat barat, meditasi vipassana tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Buddha saja tetapi banyak orang-orang dari umat lain juga melaksanakan meditasi ini karena manfaat yang diperoleh sangat membantu untuk kelangsungan hidupnya. Banyak riset telah membuktikan tentang keampuhan dari pelaksanaan meditasi, banyak orang yang juga telah membuktikannya bahwa dengan pelaksanaan meditasi mental orang tesebut akan lebih baik dari orang yang tidak pernah melakukan meditasi. Banyak  penyakit yang dapat disembuhkan lewat meditasi vipassana yang merupakan manfaat sampingan dari pelaksanaan meditasi vipassana bhavana.
Dengan pelaksanaan dan selalu melatih meditasi vipassana secara teratur dalam setiap kegiatan ataupun pekerjaan yang tengah kita tekuni, akan memberikan manfaat yang sanat besar. Diantaranya kita menjadi lebih sadar dengan apa yang kita lakukan. Terlebih lagi pada zaman sekarang ini yang serba semrawud, di dalam dunia yang kacau balau meditasi akan mendatangkan ketenangan batin bagi yabg melaksanakan dan apabila diteruskan akan membawa manusia pada tujuan akhir umat Buddha yaitu pencapaian Nibanna (lenyapnya Lobha, Dossa, dan Moha) yang selalu membawa manusia pada belenggu tu mimbalahir.
Referensi :
v  Diputra, oka. 2004. Meditasi II untuk Pendidikan Tinggi Agama Buddha. Jakarta: Vajra Dharma Nusantara.
v  Ratnaningsih, Rahayu. 2003. Happiness Made Simple. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
           

22 indriya

22 Indriya

1.Cakkhundriya             : Indria mata wujud aslinya adalah cakkhupasada.
2.Sotindriya                   : Indra telinga, wujud aslinya adalah sotapasada.
3.Ghanindriya                : Indra hidung, wujud aslinya ghanapasada.
4.Jivhindriya                  : Indra lidah wujud aslinya adalah jivhapasada.
5.Kayindria                    : Indera jasmani, wujud aslinya kayapasada.
6.Manindriya                  : Indera batin, wujud aslinya citta 89 atau 121.
(ket : No.  1-6 merupakan penjelasan mengenai landasan indriya.

7.Itthindriya                   : Indra kelamin betina, wujud aslinya adalah itthibhavarupa.
8.Purisindriya                 : Indra kelamin jantan, wujud aslinya adalah purisabhavarupa.
9Jinitindriya                   : Indra daya hidup.
(ket : No. 7-9 merupakan penjelasan mengenai bhava)

10.Sukhindriya               :Indera rasa senang dari jasmani, wujud aslinya adalah vedanacetasika dalam sukkhasahagatakayavinnanacitta 1.
11.Dukhindriya              : Indra rasa derita dari jasmani, wujud aslinya adalah vedanacetasika dalam dukkhasahagatakayaninnnanacitta 1.
12.Somanassindriya       : Indra rasa senang dari batin, wujud aslinya adalah vedanacetasika dalam somanassasahagatacitta 62.
13.Domanassindriya      : Indra rasa derita dari batin, wujud aslinya adalah vedanacetasika dalam dosamulacitta 2.
14.Upekkhindriya          : Indera perasaan masa bodoh, wujud aslinya adalah vedanacetasika dalam upekkhasahagatacitta 55.
(ket : No. 10-14 merupakan penjelasan mengenai vedana atau perasaan)

15.Saddhindriya            : Indera keyakinan, wujud aslinya adalah saddhacetasika dalam sobhanacitta 91.
16.Viriyindriya               : Indera usaha, wujud aslinya adalah viriyacetasika dalam viriyasampayuttacitta 105.
17.Satindriya                  : Indera kesadaran wujud aslinya adalah saticetasika dalam sobhanacitta 91.
18.Samadhindriya          : Indera konsentrasi, wujud aslinya adalah ekaggatacetasika dalam citta 72 (tidak termasuk aviriya citta 16, vicikiccha-sampayuttacitta 1).
19.Pannindriya               : Indera kebijaksanaan, wujud aslinya adalah pannacetasika dalam nanasampayutta citta 47 atau 79.
(ket : No 15-19 merupakan penjelasan mengenai pembawaan batin panca indriya)


20.Anannatannassamitindriya                : Indera bakat kejiwaan, wujud aslinya adalah pannacetasika dalam sotapattimaggacitta 1.
21.Annindriya                                        : Indera bakat kejiwaan mencapai penerangan, wujud aslinya adalah pannacetasika dalam maggacitta bagian atas 3 dan phalacitta bagian atas 3.
22.Annatavindriya                                 : Indera bakat kejiwaan mengetahui keadaan semua makhluk dan alam semesta, wujud aslinya adalah pannacetasika dalam arahattaphalacitta 1.
(ket : No. 20-21 merupakan penjelasan mengenai bakat pembawaan lokuttara)

Kesimpulan :
            Dalam meditasi vipassana 22 indriya juga termasuk dalam salah satu objek meditasi, sebab di dalam 22 indriya juga terdapat adanya nama dan rupa.
            Yang termasuk rupa : Cakkhundriya, Sotindriya, Ghanindriya, Kayindriya, Jivhindriya, Jivitindriya, Purisindriya, Itthindriya.
            Yang termasuk nama : Manindriya, Sukhindriya, Dukkhindriya, Somanassindriya, Upekkhindriya, Domanassindriya, Saddhindriya, Viriyindriya, Satindriya, Samadhindriya, Annatavindriya, Anannatannassamitindriya, Annindriya, Pannindriya.


Referensi :

Ø  Kaharudin, Jinaratana. 2004. Kamus Umum Buddha Dharma. Jakarta: Tri Satva Buddhist Center.
Ø  Kaharudin, Jinaratana. 2005. Abhidhammatthasangaha. Tangerang: Vihara Padumuttara.

HARTA SEJATI KITA

Harta bisa menghias rumahmu, tetapi hanya kebajikan yang bisa menghias dirimu. Baju bisa menghias tubuhmu, tetapi hanya perilaku yang bisa menghias dirimu menjadi cantik dan tampan (Tejanando, 2006:45)”.
Berdasarkan kutipan diatas saya sependapat sebab kebanyakan masyarakat sekarang ini seperti pejabat-pejabat atau orang-orang penting yang ada di negara kita memiliki harta yang berlimpah, rumah mereka mewah-mewah tetapi belum tentu batinnya mereka indah seindah rumahnya. Demikian juga dengan yang namanya anak muda zaman sekarang mereka sangat mengutamakan penampilan.
 Mereka mencari model atau gaya-gaya pakaian yang modern supaya terlihat cantik juga tampan dan ingin menjadi  yang terbaik diantara yang lain., tetapi sebenarnya penampilan seseorang tidak dapat dinilai dari fisik saja tetapi dari perilakunya karena jika seorang terlihat cantik atau tampan namun perilakunya tidak baik berarti sama saja bohong.
Perilaku atau perbuatan seorang merupakan salah satu yang penting dalam agama Buddha sebab dapat menentukan karma seseorang yang akan datang, dengan demikian sebelum kita mempercantik atau mempertampan penampilan kita sebaiknya mempercantik dan mempertampan batin kita terlebih dahulu karena kecantikan dan ketampanan hati kita yang merupakan harta yang tidak akan habis oleh waktu.

Referensi:
v  Tejanando. 2006. Pernak-pernik Kehidupan. Bali : Vihara Dharma Giri.

PENTINGNYA KEWASPADAAN DIRI

PENTINGNYA KEWASPADAAN DIRI
Ada beberapa orang yang mempraktikan ramalan dan membagi-bagikan semacam jimat atau mustika dan menghubung-hubungkan penyakit dan kemalangan kepada kekuatan jimat. Mereka percaya bahwa penyebab penyakit dan kemalangan tertentu tidak dapat dipastikan, sehingga merekapun berkecenderungan percaya pada jimat bahwa dengan jimat maka penyakit dan kemalangan seseorang akan sembuh dan lenyap.
Di zaman sekarang yang modern ini, kenyataannya masih banyak masyarakat yang percaya dengan kekuatan pada jimat, misalkan seperti berita yang cukup menghebohkan masyarakat Indonesia beberapa dekade yang lalu mengenai anak kecil bernama ponari yang dipercaya mampu menyembuhkan berbagai penyakit dengan batu ajaibnya sehingga masyarakat rela berdesak-desakan demi mendapatkan air celupan batu yang mempunyai kekuatan.
 Tetapi setahu saya pada dasarnya semua penyakit berasal dari penyebab batin atau jasmani. Tentu saja penyakit bisa diobati dengan berobat rutin pada dokter ahli penyakit, tetapi untuk beberapa kelainan penyakit yang tidak cenderung sembuh dalam agama Buddha mengenal adanya pembuahan karma. Jika kita dapat memahami hal ini dalam kasus penyakit yang tidak dapat disembuhkan maka kita dapat menerimanya dengan lebih sabar karena mengetahui penyebab sebenarnya.
Meditasi sangat membantu untuk menjernihkan pikiran dari pemikiran-pemikiran yang tidak bermanfaat, dengan pikiran yang berkembang secara otomatis dapat mengarah pada tubuh yang murni dan sehat. Jika pikiran kita tenang dan memperhatikan setiap aktivitas yang dilakukan maka kita akan selalu waspada dan hati-hati sehingga tidak akan melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Referensi :
·         Bhikkhu Saccadhammo.2006.Menimba Kearifan Di Keseharian : Jimat. Jakarta : Sarana Aksara Grafika.

MILIKILAH BATIN YANG SENANG MEMBERI

MILIKILAH BATIN YANG SENANG MEMBERI

Didunia ini banyak orang sukses secara ekonomi tetapi tidak banyak orang yang sukses dalam hal spiritual. Sukses dalam hal spiritual disini adalah suatu keadaan batin yang lapang dan bersedia memberi dan tidak melekat kepada apa yang dimilikinya. Banyak kita menemukan orang – orang yang sukses dalam hal ekonomi, mereka sibuk dengan pekerjaannya. Berangkat kerja dari pagi sampai malam bahkan terkadang mereka tidak pulang karena lembur hanya untuk mengejar materi.
Mereka juga cenderung kikir tidak peduli terhadap orang-orang disekitar. Sebenarnya orang yang angkuh dan terlalu melekat dengan materi justru tidak akan menikmati hidup dalam arti yang seluas-luasnya, karena mereka dalam hidupnya hanya dipenuhi rasa kekhawatiran, kecurigaan dan ketegangan bahwa orang lain akan merampas hasil jerih payahnya. Materi atau harta memang suatu  hal yang tak dapat dikesampingkan dengan kehidupan manusia tetapi alangkah baiknya jika antara sukses dalam materi dan sukses dalam spiritual dapat seimbang yaitu dengan cara rela memberi pada orang yang membutuhkannya.
Semakin kita terbiasa dengan perhatian yang melekat dan terus menerus terhadap segala sesuatu yang berlangsung diluar dan didalam diri kita semakin akan sulit untuk dipisahkan. Meditasi Vipassana merupakan salah cara yang perlu diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari karena meditasi vipassana bertujuan untuk mengenal dan mempelajari diri sendiri dan menghilangkan keakuan, sehingga seseorang akan menyadari bahwa kesuksesan tidak datang sepenuhnya dari diri sendiri tetapi dari bantuan orang lain.
Referensi :
·         Ratnaningsih, Rahayu .2003. Happiess Made Simple : Milikilah Mentalitas Penuh Kelimpahan. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

MINUMAN KERAS MENIMBULKAN LEMAHNYA KESADARAN

MINUMAN KERAS MENIMBULKAN LEMAHNYA KESADARAN
            “Ketika orang yang tidak mengerti Dhamma melakukan hal yang tidak seharusnya, mereka akan melihat ke sekeliling untuk memastikan bahwa tidak ada seorang pun melihatnya. Tetapi kamma kita selalu melihat. Kita tidak pernah benar-benar bisa kabur dari apapun ( Ajahn Chah, 2004:55).”
            Berdasarkan kutipan di atas kita tahu bahwa di dunia ini sebenarnya masih banyak manusia yang tidak mengerti dengan Dhammma, yang mereka pikirkan hanya apa yang akan di lakukan hari ini tetapi terkadang tidak mengetahui apa yang mereka perbuat itu bermanfaat atau tidak. Ketika kehidupan masyarakat yang ada disekitar kita terkadang mereka melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan yang tidak wajar tetapi bagi mereka pekerjaan tersebut membawa hasil yang menguntungkan dirinya.
            Dapat di contohkan orang berjualan alkhohol, meskipun menguntungkan bagi dirinya tetapi dalam pancasila buddhis tidak diperkenankan sebab alkhohol dapat membuat lemahnya kesadaran sehinggga berakibat seseorang yang mabuk akan melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan dan dapat merugikan orang lain juga dirinya sendiri, oleh karena itu sebelum kita melakukan sesuatu harus dipikirkan dan diperhatikan apa yang akan kita lakukan sehingga tidak mengakibatkan kamma yang tidak diinginkan.
Referensi :
Ø  Putra, Dhana. 2004. Tidak Ada Ajahn Chah. Jakarta: Dharma Garden.
           

MULAPARIYAYA SUTTA

MULAPARIYAYA SUTTA
Demikian yang saya dengar. Pada suatu ketika yang terberkahi sedang berdiam di ukkattha dihutan Subhaga diakar sebatang pohon sala yang besar. Disana beliau berkata kepada para bhikkhu demikian : “ Ya, bhante jawab mereka. Yang terberkahi berkata:
“Para bhikkhu, akan kuajarkan pada kalian kotbah mengenai akar semua hal. Dengarkan dan perhatikan dengan cermat apa yang akan kukatakan. “ ya bhante, jawab para bhikkhu. Yang terberkahi berkata demikian:
1.      Manusia biasa
     Disini para bhikkhu, seorang yang tidak belajar, tidak memiliki rasa hormat bagi manusia agung dan tidak ermpil dan disiplin didalam dhamma, mereka mempresepsikan tanah sebagai tanah, setelah  mengespresikan demikian dia mengkonsepsikan dirinya sebagai tanah, setelah itu ia mengkonsepsikan dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, mengkonsepsikan tanah sebagai milikku dia bersuka cita didalam tanah. Karena dia belum sepenuhnya memahami hal tersebut.
2.      Siswa dalam pelatihan yang lebih tinggi
     Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang berada dalam pelatihan yang lebih tinggi, yang pikirannya beelum mencapai tujuan, yang  masih berjuang untuk mencapai jaminan terbebas dari belenggu, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, dia seharusnya tidak mengkonsepsikan dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dan tidak seharusnya dia menganggap tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Karena supaya dia bisa sepenuhnya memahami hal tersebut.
3.      Arahat 1
     Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang merupakan seorang arahat dengan noda-noda yang telah hancur, yang telah menjalani kehidupan suci, telah sepenuhnya bebas melalui pengetahuan akhir, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, dia  tidak mengkonsepsikan dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dia tidak mengkonsepsikan tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Dia tidak bersukacita di dalam tanah. Karena dia telah sepenuhnya memahami hal tersebut.
4.      Arahat II
     Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang telah merupakan seorang arahat sepenuhnya bebas melalui  pengetahuan akhir, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, dia tidak menkonsepsikan  dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dia tidak mengkonsepsikan tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Karena dia telah terbebas dari nafsu keinginan melalui hancurnya nafsu keinginan.
5.      Arahat III
     Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang telah merupakan seorang arahat sepenuhnya bebas melalui pengetahuan akhir, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, dia tidak menkonsepsikan  dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dia tidak mengkonsepsikan tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Karena dia telah terbebas dari kebencian melalui hancurnya kebencian.
6.      Arahat IV
     Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang telah merupakan seorang arahat sepenuhnya bebas melalui pengetahuan akhir, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, dia tidak menkonsepsikan  dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dia tidak mengkonsepsikan tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Karena dia telah sepenuhnay terbebas dari kebodohan batin melalui hancurnya kebodohan batin.
7.      Sang Tathagata I
     Para bhikkhu, sang  tathagata  yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan, secara langsung mengetahui tanah  sebagai tanah, setelah itu dia tidak menkonsepsikan  dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dia tidak mengkonsepsikan tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Karena sang tathagata telah sepenuhnay memahami hal itu sampai diakhirnya.
8.      Sang Tathagata II
     Para bhikkhu, sang  tathagata  yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan, secara langsung mengetahui tanah  sebagai tanah, setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, dia tidak menkonsepsikan  dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dia tidak mengkonsepsikan tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Karena sang tathagat telah memahami bahwa suka cita adalah akar penderitaan, dan bahwa bersama dengan keberadaan (sebagai kondisi) maka terjadilah kelahiran, dan bahwa bagi apapun yang menjadi ada, disana terdapat usia tua dan kematian.


Referensi:
v  Cintiawati wena dkk. 2004. Majjhima Nikaya I. Klaten: Vihara Bodhiwamsa.