PEREMPUAN DAN AJARAN BUDDHA
Era sekarang ini, perempuan tidak dapat lepas dari pandangan kita bahwa perempuan juga mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Ibu kartini ialah orang yang dapat mengangkat martabat perempuan sehingga perempuan tidaka dianggap “babu” oleh kaum laki-laki. Berbeda dengan zaman dahulu, yang umumnya memperlakukan perempuan menjadi pelayan kaum laki-laki. Apabila telah menjadi janda, para wanita menghadapi posisi rentan didalam masyarakat karena mereka tidak diijinkan untuk meninggalkan rumah dan keluarganya seperti yang biasanya dilakukan laki-laki.
Di India, ketika zaman Buddha perempuan sangat bernilai rendah, mereka dianggap sebagai pembawa sial, jika ada seorang wanita yang melahirkan bayi seorang perempuan maka bayi yang baru lahir tersebut akan langsung dikuburkan hidup-hidup, ada juga peristiwa kekejaman terhadap wanita di India lainnya yaitu ketika daerah india mengalami kemarau yang sangat panjang yang menyebabkan kekeringan, orang India percaya bahwa apabila para wanita diikat tangannya maka hujan akan turun karena wanita dianggap yang membuat daerah mereka menjadi kekeringan.
Perempuan saat zaman Buddha tidak boleh menjadi seorang biarawati, karena ditakutkan akan mengganggu kehidupan biara. Tetapi berkat bujukan Ananda membuat Sang Buddha memperbolehkan wanita menjadi biarawati tetapi dengan berbagai syarat. Semenjak itu wanita sedikit dapat tersenyum meskipun harus menaati aturan yang ketat karena banyaknya pihak yang menentang dengan masuknya perempuan dalam hal religius.
Semakin berkembangnya zaman dan dengan adanya emnsipasi wanita, menjadikan perempuan tidak diremehkan lagi. Sekarang ini, banyak lembaga yang menjadikan perempuan sebagai pemimpin bahkan pemimpin negara Indonesia tercinta juga pernah seorang perempuan. Hampir disemua bidang pekerjaan sekarang ini terdapat banyak perempuan. Kita dapat ketahui bahwa sebenarnya semua manusia baik laki-laki atau perempuan mempunyai hak yang sama. Demikian dengan perempuan yang tidak ingin dibeda-bedakan.
Referensi:
Stokes, Gillian. 2001. Buddha. Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar