Dalam bahasa Latin, istilah-istilah ethos, ethos dan ethikos itu disebutkan dengan kata "mos" dan "moralitas". Oleh sebab itu, kata "ethika" sering pula dijelaskan dengan kata "moral". dalam perkembangan selanjutnya dikalangan ilmu pengetahuan kata etika itu kemudian mendapat arti yang lebih mendalam dari pada kata moral. Kata moral telah mendangkal artinya. Kadang-kadang "moral" dan "mos" hanya mengenai perilaku lahiriah seseorang, sedangkan etika tidak henya menyinggung perbuatan seseorang yang lebih mendalam. dalam Dhamma Cakkapavattana Sutta, Sang Buddha mengjarkan Empat Kesunyataan Mulia (Cattaro Aryasaccani) kepada lima orang pertapa. Dalam Sutta ini, sang Buddha menyebutkan Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha, disebut dengan jalan tengah yang terdiri dari delapan unsur, yaitu;
"pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, penhidupan benar, usaha benar, kesadaran benar, dan samadhi benar".
dalam sutta itu disebutkan juga bahwa jalan tengah itu harus dikembangkan untuk melenyapkan dukkha. Dalam Cullavedalla Sutta disebutkan bahwa ucapan benar yang manapun, perbuatan benar yang manapun, dan mata pencaharian benar yang manapun- kesemuanya itu disusun dalam kelompok sila. Usaha benar yang manapun, kesadaran benar yang manapun dan pemusatan pikiran yang manapun kesemuanya itu disusun dalam kelompok samadhi. Pandangan benar yang manapun, dan pikiran benar yang manapun, kesemuanya itu disusun dalam kelompok panna.
Sila, samadhi, dan panna tersebut tidak disusun sesuai dengan jalan tengah, tetapi jalan tengan itu disusun dengan pengembangan sila, samadhi, dan panna. Yang dimaksudkan dengan disusun adalah direnungkan, dihasilkan, dikembangkan, yang dihayati dengan penghayatan. Dengan kata lain dapat dikatakan dengan singkat bahwa jalan tengah adalah hasil dari pengembangan dari kelompok sila, kelompok samadhi, dan kelompok panna.
Padanan istilah moral dalam Agama Buddha adalah sila, karena sila merupakan perbuatan lahiriah seperti ucapan dan perbuatan jasmani. istilah sila berasal dari Bahasa Sansekerta dan Bahasa Pali. Kata sila yang dipergunakan oleh umat Buddha mempunyai banyak arti. Sila dapat berarti; norma (kaidah), peraturan perilaku, sopan-santun, dsb. Disamping itu, sila berarti sikap-batin yang sesuai dengan norma dan menunjukan perilaku yang sesuai dengan norma. Sila menunjukan norma dan norma itu baik. Sila juga menunjukan sikap-batin yang sesuai dengan norma dan menyatakan perilaku yang sesuai dengan norma yang baik. perilaku seseorang merupakan pantulan dari norma-norma yang ditaatinya. Perilaku itu memperlihatkan dirinya melaui tiga pintu; jasmani, ucapan, dan pikiran.
Dalam kode disiplin ada peraturan-peraturan tertentu yang secara langsung berkenaan dengan perilaku dari seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Disamping itu ada juga yang berkenaan dengan perilakunya dan kehidupan secara pribadi. Demikian pula dalam Agama Buddha, didalam tradisi Buddhis dibedakan peraturan-peraturab yang berkenaan dengan kehidupan bermasyarakat yang membawa kehalusan budi pekerti dan peraturan dasar untuk mencapai kesucian. Sila mendapat kedudukan tertentu dalam Agama Buddha, karena mempunyai hubungan dengan kamma. Hal ini terlihat misalnya dalam ungkapan"adammam nirayamam neti, dhamma papeti sugatim", artinya " Yang tidak sesuai dengan Dhamma masuk neraka, yang sesuai dengan Dhamma masuk surga". Sila merupakan dasar yang utama dalam Agama Buddha, mencakup semua sikap-sikap yang baik yang termasuk dalam ajaran moral atau etika dalam Agama Buddha. Didalam pengmalanajaran agama terlihat bahwa sila merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk mencapai peningkatan batin yang luhur. Hal ini jelas terlihat dari sabda Sang Buddha yang tercatat dalam Samyutta Nikaya (V. 143).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar