Upaya Menghadapi Kematian
Kematian adalah suatu hal yang pasti. Seseorang yang terlahir pasti akan mengalami kematian. Terkadang seseorang berpikir bahwa kematian adalah suatu hukuman dari apa yang dilakukan, kegagalan, akibat dari beberapa kesalahan. Kebanyakan orang khawatir terhadap kematian, tidak siap menghadapi dan dianggap suatu hal yang menakutkan. Kematian itu sebenarnya bagian alami dari kehidupan, seperti matahari akan terbit dan tenggelam, bunga akan mekar dan layu, musim akan tiba dan pergi begitu juga manusia yang terlahir akan mati. Dalam agama Buddha mengenal adanya anicca. Kehidupan ini adalah anicca (perubahan), semua orang akan mengalami lahir, tua, sakit, dan mati. Keempat hal itu pasti terjadi, dialami oleh manusia dan tidak bisa ditolak. Ketika seseorang terlahir pasti dalam kehidupannya akan mengalami usia tua, sakit dan akhirnya akan mati.
Kematian bukan suatu akhir, karena setelah kematian masih ada kehidupan selanjutnya. Kehidupan itu bukan hanya sekali tetapi berulang kali selama tanha (nafsu keinginan) yang menimbulkan kemelekatan masih ada dalam diri manusia tersebut. Seseorang tidak akan terlahir lagi ketika sudah dapat memutuskan rantai kelahiran, lingkaran penderitaan dan mencapai pembebasan.
Ketakutan terhadap kematian tidak bisa dibiarkan karena dapat menyebabkan dampak yang kurang baik, misalnya seorang yang memikirkan kematian secara mendalam akan menjadikan orang tersebut stres. Ketakutan terhadap kematian dapat diatasi dengan cara tertentu agar seseorang dapat menerima kematian sebagai suatu hal yang alami. Sangye explain that
the manner to prepare of death are first understanding and transformasing suffering. Basically this means coming to an acceptance of the various problems, difficulties and painful experiences which are an inevitable part of live, and learning to cope with them. Second making a connection, healing relationships and letting go. This task refers to our relationships with other, particulary family and friends. The main points here are to learn to communicate honestly, compassionately, and unselfishly, and to resolve any unresolved problems we may have with others. Thirth preparing spiritually for death. Fourth finding meaning in life (Sangye, 2003: 10-12).
Upaya mengahadapi kematian supaya tidak dianggap suatu hal yang menakutkan, yaitu dengan cara memahami dan mentransformasikan penderitaan, menjalin suatu koneksi (hubungan), mempersiapkan diri secara spiritual, dan menemukan arti kehidupan. Memahami dan mentransformasikan penderitaan maksudnya bahwa penderitaan adalah suatu hal yang wajar, pasti dialami dalam kehidupan. Penderitaan ditransformasikan (disalurkan) dalam kehidupan dan dipahami dengan memahami adanya hukum kamma, semua yang terjadi pada diri seseorang adalah akibat dari perbuatan seseorang tersebut. Menjalin hubungan berarti melakukan hubungan dengan keluarga atau orang lain dengan jujur, tidak sombong, memberi maaf untuk menyelesaikan suatu masalah dan melepaskan kemelekatan yang ada di dalam diri. Mempersiapkan diri secara spiritual yaitu dengan melakukan hal-hal untuk memajukan batin dan pikiran misalnya dengan cara melakukan meditasi salah satunya dengan vipassana bhavana karena dengan meditasi vipassana seseorang menggunakan objek nama dan rupa (batin dan bentuk), menyadari bahwa batin dan jasmani akan hancur, berubah, tidak bisa abadi. Menemukan arti suatu kehidupan berarti menyadari bahwa hidup adalah bahagia dan menderita, setelah kematian masih ada kehidupan. Dengan demikian seseorang berusaha melakukan perbuatan baik dalam kehidupan misalnya dengan menjalankan sila untuk memperoleh kebahagiaan. Seseorang akan dapat mengatasi ketakutan terhadap kematian dengan keempat cara tersebut apabila seseorang mau melakukannya dengan baik, kehidupan yang akan datang pun akan lebih baik dari kehidupan sekarang.
Referensi:
- Khadro, Sangye. 2003. Preparing for Death and Helping The Dying. Singapore: Kong Meng San Phor Kark y. Monaster.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar